Pendidikan Gratis, Pesimis Bisa Diterapkan Maksimal

4 minutes reading
Thursday, 21 Mar 2013 16:37 0 2041 Abdul Rasyid Zaenal
Kepala SMAN 4 Mataram, Abdurrosyidin. Foto: Abdul Rasyid/Lomboktoday.co.id

Kepala SMAN 4 Mataram, Abdurrosyidin. Foto: Abdul Rasyid/Lomboktoday.co.id

MATARAM, Lomboktoday.co.id—Pendidikan gratis yang menjadi jargon dan janji politik para calon gubernur/wakil gubernur NTB periode 2013-2018, direspon positif masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB).

Namun, banyak kalangan yang merasa pesimis bila pendidikan gratis itu bisa diterapkan secara maksimal. Mengingat konsekuensinya harus memenuhi segala aspek dunia pendidikan.

Abdurrosyidin misalnya. Kepala SMAN 4 Mataram itu secara pribadi merespon positif keinginan dan tekad para cagub/cawagub NTB untuk menggratiskan pendidikan dari tingkat SD/sederajat hingga SMA/sederajat. ‘’Saya respon positif kalau memang cagub/cawagub NTB itu berkeinginan untuk menggratiskan pendidikan bila yang bersangkutan nanti mendapatkan amanah untuk menjadi pemimpin NTB lima tahun kedepan. Karena yang disasar itu adalah kalangan masyarakat tidak mampu,’’ kata Abdurrosyidin kepada Lomboktoday.co.id di ruang kerjanya, Kamis (21/3).

Hanya saja, kata Abdurrosyidin, bagaimana mensiasati bagi masyarakat yang mampu membayar pendidikan (kalangan masyarakat kaya, Red). Karena, kecenderungan masyarakat mampu ini akan mengikuti masyarakat yang tidak mampu membayar pendidikan.

Abdurrosyidin berpendapat, dengan biaya pendidikan gratis itu, justeru akan membuat semangat belajar para siswa menjadi kendor. Lantaran tidak ada beban yang dikeluarkan, dan semangat kompetisi mereka juga menjadi rendah.

Memang, bila mengacu pada Undang-Undang Sisdiknas, seyogyanya pendidikan itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Tapi, jika melihat intervensi pemerintah pusat untuk pembiayaan pendidikan, masih jauh dari kebutuhan minimal biaya operasional sekolah. Terbukti, pada program rintisan biaya operasional sekolah (RBOS) 2012 lalu, yang diperoleh dari APBN untuk sekolah hanya Rp120 ribu per siswa per tahun, atau setara Rp10 ribu per bulan. Sedangkan dari APBD II, dana operasional sekolah sebesar Rp90 ribu per sisiwa per tahun atau setara Rp7.500 per bulan. Padahal, menurut Permendiknas No.69/2009 tentang Standar Biaya Operasi Non Personalia Tahun 2009, yang besarannya untuk SMA sekitar Rp1.010.000 per siswa per tahun.

‘’Nah, ketika kita minta Rp1.010.000 ke masyarakat mampu, tentu akan terganggu dengan janji-janji politik para bacagub/bacawagub NTB yang akan menggratiskan pendidikan, karena mereka juga ingin minta yang sama seperti masyarakat miskin,’’ ungkapnya.

Menurut Abdurrosyidin, standar biaya operasional sekolah di SMA untuk saat ini paling tidak sebesar Rp1,8 juta per siswa per tahun. Ini yang diminta kepada masyarakat mampu, sementara kemampuan masyarakat sangat beragam. Tapi, jika semua itu bisa di-cover oleh pemerintah, tentu pendidikan gratis itu bisa diwujudkan.

Untuk siswa miskin di Kota Mataram, jelas Abdurrosyidin, disupport dari APBD Kota Mataram berupa Bosda SM. Pada 2012 lalu, diberikan sebesar Rp110 ribu per siswa per bulan. Sedangkan tahun 2013 ini, belum ada kepastian apakah program Bosda SM itu akan dilanjutkan atau tidak.

Di SMAN 4 Mataram sendiri, lanjut Abdurrosyidin, jumlah siswa yang memperoleh Bosda SM sebanyak 176 orang dari 642 orang jumlah siswa. Sebanyak 176 orang yang mendapatkan Bosda SM itu adalah siswa yang memegang kartu Jamkesmas dan penduduk Kota Mataram. Sedangkan bagi siswa yang memegang kartu Jamkesmas tapi bukan penduduk Kota Mataram, mereka tidak bisa mendapatkan Bosda SM.

Sebenarnya, tambah Abdurrosyidin, selain 176 orang yang telah mendapatkan Bosda SM, dari 642 orang siswa itu masih ada seratusan lebih siswa yang tergolong miskin, tapi mereka tidak memegang kartu Jamkesmas. Sehingga, pihak sekolah memperlakukan mereka sesuai kebijakan agar tetap bisa mengenyam pendidikan. Mengingat siswa miskin itu harus benar-benar diproteksi untuk tidak dibebani oleh biaya sekolah.

‘’Cuma harapan kami kepada siswa-siswi miskin ini untuk lebih rajin belajar, sehingga bisa menjadi pioner bagi teman-temannya,’’ ujarnya.

Abdurrosyidin mengakui, kondisi anggaran di SMA yang ia pimpin ini sangat terbatas. Bahkan kondisi kritis itu, terjadi pada Januari hingga pertengahan April. Sehingga, pihaknya mensiasati untuk menyusun program sekolah secara realistis dengan anggaran yang tersedia. Ia juga menyentil Pemprop NTB dalam hal ini Dinas Dikpora NTB. Karena, selama ini belum pernah disentuh APBD NTB untuk biaya operasional sekolah. ‘’Jika saja pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota mengeroyok biaya operasional sekolah, saya pikir itu sangat bagus sekali untuk keberlangsungan pendidikan kita ini,’’ tukasnya.(ar)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA