Ritual Ketika Kemarau Panjang Melanda

2 minutes reading
Friday, 17 May 2013 08:32 0 940 Abdul Rasyid Zaenal
Inilah tempat masyarakat Pulau Adonara, NTT, mengadakan ritual guna mendatangkan hujan. Dimana, tempat tersebut bernama Wulen Tobi. Foto: Kopong Gana/Lomboktoday.co.id

Inilah tempat masyarakat Pulau Adonara, NTT, mengadakan ritual guna mendatangkan hujan. Dimana, tempat tersebut bernama Wulen Tobi. Foto: Kopong Gana/Lomboktoday.co.id

ADONARA, Lomboktoday.co.id—Kemarau panjang dan kekeringan sudah menjadi ‘bahasa umum’ di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, bahkan Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya. Namun hal itu tak terlampau mencemaskan manakala kemarau itu melanda kawasan di Kecamatan Witihama, sekitar bagian Timur pulau itu. Karena, ada ritual yang dijalankan guna mendatangkan hujan, di suatu tempat yang bernama Wulen Tobi.

Secara harafiah, Wulen Tobi artinya Pasar Tobi. Tempat ini berada di sekitar perbatasan Oringbele dan Honihama/Riangdulidi Kecamatan Witihama.

Namanya hanya Wulen Tobi, tapi di tempat ini tak ada aktivitas jual beli sebagaimana lazimnya pasar. Justru yang ada yakni sebuah sumur tua. Sumur ini sungguh bermanfaat ketika daerah ini belum mengenal adanya pemasangan pipa dari mata air di bagian lain Pulau Adonara. Sumur ini sejak dahulu kala tak pernah ditembok. Dari dasar hingga mulut sumur hanya batu-batu yang tersusun. Entah bagaimana batu-batu itu disusun, tiada yang tahu.

Sumur Wulen Tobi menjadi satu-satunya sumur tempat orang bisa menimba air untuk kebutuhan masak dan cuci disamping Sumur Wili yang letaknya tak jauh dari tempat itu. Sumur Wili lebih dekat ke arah pantai, karena itu rasanya lebijh agak payau dibanding Sumur Wulen Tobi. Namun, di zaman dahulu yang selalu diwarnai perang antar suku maupun desa (Lewo), maka tak semua desa bias menikmati air dari sumur ini. Kalau pun ada yang datang menimba, sudah pasti ditemani kerabatnya lengkap dengan senjata. Tapi itu zaman dulu. Zaman sekarang sangat jarang bahkan tidak ada perang antar kampung di tempat ini, kecuali di bagian lain di pulau ini. Ritual ini telah berlangsung sejak dahulu kala. Ketika kemarau kian panjang, dan panas mulai sangat menyengat, warga dari Desa Honihama atau Riangduli, mulai menyelenggarakan ritual itu untuk mendatangkan hujan.

Sesuai fakta selama ini, setiap menjelang akhir ritual, bahkan dalam perjalanan pulang dari Wulentobi menuju rumah mereka masing-masing, mereka telah kehujanan di jalan. Semoga lestari. (ama)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA