Ditpolair Polda NTB Terus Basmi Pelaku Penangkapan Hiu dan Pari Manta

4 minutes reading
Friday, 3 Jul 2015 13:02 0 635 Editor
AKTIVITAS: Suasana aktivitas di Dermaga TPI Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lotim. (Dok/Lomboktoday.co.id)

AKTIVITAS NELAYAN: Suasana aktivitas nelayan di Dermaga TPI Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lotim. (Dok/Lomboktoday.co.id)

LOTIM, Lomboktoday.co.id – Paska penangkapan dua warga Pengepul Sirip Hiu dan Insang Pari Manta oleh anggota jajaran Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Polda NTB di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu lalu,  membuat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Luar tampak lengang dan sepi dari kegiatan lelang.

Bahkan sampai menjelang siang, ruangan lelang yang biasanya diserbu para pengepul dan nelayan, kini sepi dari pengunjung. Bahkan, tak satupun petugas dari TPI terlihat di tempat tersebut.

‘’Sudah seminggu lebih TPI ini sepi dari kegiatan transaksi semenjak penangkapan dua orang warga oleh polisi itu,’’ kata Andi, tukang jagal Hiu dan Pari Manta kepada wartawan di Dermaga TPI Tanjung Luar, Jumat (03/7).

Andi menjelaskan, sebelum penangkapan warga itu terjadi, biasanya para nelayan membawa ratusan Hiu dan Pari Manta untuk dilelang. Namun, kegiatan itu dihentikan dikarenakan takut ditangkap dan beredarnya issu denda mencapai milyaran rupiah jika tertangkap tangan melakukan penangkapan satwa langka yang dilindungi Undang-Undang tersebut.

‘’Katanya akan didenda milyaran rupiah. Jadi, nelayan pada takut, gak ada yang berani nangkap Hiu dan Pari Manta lagi,’’ ungkapnya.

Terkait hal ini, Kasatrolda Ditpolair Polda NTB, Kompol Dewa Wijaya mengatakan, penangkapan Hiu dan Pari Manta atau satwa lainnya yang dilindungi Undang-Undang adalah sebuah kejahatan. Untuk itu, pihaknya akan terus melakukan tindakan untuk mencegah berkembangnya kegiatan yang bisa memusnahkan ekosistem laut ini.

‘’Kami akan terus melakukan tindakan preventive agar Hiu dan Pari Manta tidak ditangkap lagi. Kami akan tindak di tempat para pelaku yang melakukan kejahatan tersebut,’’ kata Dewa Wijaya kepada wartawan.

Dewa Wijaya mengatakan, pihak Polair Polda NTB akan terus melakukan patroli ke setiap area lain di wilayah perairan NTB yang dicurigai dijadikan sebagai tempat transaksi. Hal itu dilakukannya, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penangkapan tersebut, meskipun saat ini para nelayan tidak melakukan aktifitas itu lagi. ‘’Kemungkinan itu ada, jadi sampai kapan pun kami akan tetap patroli, agar kegiatan tesebut tidak lagi dilakukan,’’ ungkapnya.

Sementara itu, Mantan Kepala Desa Tanjung Luar, Daeng Muhammad Hafiz, yang ditemui di Dermaga TPI Tanjung Luar, Lotim, menjelaskan, kegiatan penagkapan Hiu dan Pari Manta itu, sangat sulit dihentikan. Sebab, kegiatan itu telah menjadi kebiasaan dan dilakukan nelayan sejak puluhan tahun lalu.

‘’Kegiatan penangkapan Hiu telah dilakukan secara turun-temurun dan masih sulit ditinggalkan oleh masyarakat Tanjung Luar dan sekitarnya,’’ kata Daeng.

Hafiz menjelaskan, penyebab para nelayan masih tertarik untuk menangkap Hiu dan Pari Manta, karena nilai ekonomis yang didapat sangatlah besar. Sebab, tak ada satupun bagian dari Hiu yang tidak bernilai ekonomi, mulai dari kulit hingga ekornya.

Untuk sirip Hiu kering, kata dia, jika kualitasnya super, bisa terjual seharga Rp2 juta per kilogram (kg)-nya, tulang Rp30 ribu per kg, daging Rp20 ribu per kg, kulit Rp150 ribu per kg. Isi perut (jeroan)-nya saja bisa laku dijual dengan harga Rp8 ribu per kg. ‘’Jadi, semua bagian Hiu bisa dijdikan uang. Khusus insang Pari Manta, bisa dijual seharaga Rp2 juta per kg bahkan lebih,’’ ungkap pria yang biasa dipanggil Apek ini.

Apek mengatakan, sebenarnya pihak TPI telah melakukan sosialisasi kepada para nelayan untuk menghentikan penangkapan dan penjualan Hiu yang dilindungi. Tapi, lambat laun sosialisasi itu tidak dihiraukan.

‘’Sosialisasi tetap dilakukan, mulai dengan memasang spanduk yang diberikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, bahklan imbauan langsung kepada para nelayan. Namun, karena sejalannnya waktu, hal itu tidak dihiraukan oleh warga. Mereka tetap menangkap dan menjualnya,’’ ujarnya.

Tidak menutup kemungkinan, masyarakat nelayan pulau kecil sekitar Tanjung Luar, seperti masyarakat Pulau Maringkik masih melakukan kegiatan penangkapan Hiu dan Pari Manta. Hanya saja, mereka tidak berani membawa hasil tangkapan ke TPI Tanjung Luar.

Dalam catatan resmi yang didapat dari TPI Tanjung Luar sepanjang tahun 2013 lalu, telah terjual lebih dari 7.000 ekor Hiu dan Pari Manta yang layak masuk ke pelelangan. Angka tersebut setiap tahunnya hampir tidak pernah kurang dari 6.000 ekor, dengan nilai lelang sebesar Rp30 juta per 50 ekornya.

Adapun area tangkapan Hiu nelayan Tanjung Luar sangatlah luas, mulai dari Laut Sumba, Salura, Waingapu, Lautan India, selatan Pulau Bali dan laut Jawa dengan waktu tujuh sampai dua belas hari berlayar menggunakan  kapal di atas 5 gross ton dan di bawah 10 gross ton.

Para nelayan melakukan penangkapan Hiu dan Pari Manta tersebut, menggunakan cara tangkap tradisional yaitu dengan pancing rantai sepanjang 5-7 kilometer (km) dan jaring.(ar/ltd)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA