MATARAM, Lomboktoday.co.id – Musim tanam tembakau tahun 2016 ini sudah hampir akan berakhir. Menurut data pada Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Lombok Timur, diperkirakan sekitar 80% petani pengopen mengalami kerugian pada tahun ini. ‘’Petani yang untung sekitar 20 persen, yang pakpok (tidak rugi dan tidak untung, Red) 30 persen dan yang rugi 50 persen,’’ kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia(APTI) Lotim, Lalu Sahabudin kepada Lomboktoday.co.id, di Selong, Lotim, Kamis (20/10).
Sahabudin mengatakan, kerugian petani pada tahun ini disebabkan terjadinya kemarau basah. ‘’Kerugian petani tembakau pada saat ini disebabkan karena terjadi kemarau basah, dimana pada tahun ini sering terjadi hujan, sehingga berdampak pada hasil omprongan yang kurang bagus,’’ ungkapnya.
Di samping karena kemarau basah, kerugian petani juga disebabkan karena petani memakai pupuk yang tidak sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh Petugas Lapangan(PL) Perusahaan. ‘’Kesalahan pemakain pupuk juga menjadi penyebab ruginya petani pada tahun ini, dimana banyak petani yang memakai pupuk urea dan pupuk palsu dengan dosis yang tinggi, sehingga menghasilkan tembakau yang hitam dan rendemen (persentase kering, Red) menjadi sangat rendah,’’ jelasnya.
Persentase kering petani tembakau Lombok pada tahun ini, berkisar antara 11-14 persen. Bagi mereka yang tidak mengikuti anjuran dari PL, memperoleh rata-rata kering 11-12persen. ‘’Inilah persoalan kita sekarang, banyak petani yang memakai pupuk yang dilarang oleh perusahaan, sehingga petani kita banyak yang merugi. Dan kami dari APTI sudah merekomendasikan pada tahun depan, petani memakai pupuk NPK Kebomas. Karena, setelah kami melakukan demplot di wilayah Desa Sukadana, Lotim, ternyata pupuk ini bisa menghasilkan rendemen kering sampai 14 persen dan kualitas tembakau keringnya cukup bagus,’’ ujarnya.
Ditanya tentang banyaknya tembakau petani yang di rijek atau dikembalikan oleh perusahaan, ia membenarkan hal tersebut. ‘’Yang dikembalikan itu adalah tembakau petani yang terlalu banyak campuran dalam bal tembakaunya. Karena kalau dibeli, maka harga rata-ratanya akan menjadi murah. Tetapi, kalau tidak banyak campuran, maka harganya akan jadi tinggi. Artinya, petani disuruh untuk memperbaiki bal-balan tembakaunya, setelah diperbaiki boleh dibawa lagi ke gudang yang bersangkutan, dan harga tertinggi tahun ini mencapai Rp43.000 per kilogram,’’ pungkasnya.(bul)