MATARAM, Lomboktoday.co.id – Sengketa pengelolaan fasilitas umum (Fasum) di Pasar Mandalika Bertais, Kota Mataram, terus berlanjut. Setelah mengajukan gugatan terhadap PT Pade Angen, Direktur PT Saga, Saidi—selaku pengelola Fasum Pasar Mandalika Bertais, Kota Mataram, Senin (7/11) melaporkan pihak PT Pade Angen ke kepolisian.
Didampingi kuasa hukumnya, M Taufik Budiman, Saidi juga meminta perlindungan hukum ke Polres Mataram, lantaran PT Pade Angen diduga menggunakan oknum TNI Angkatan Laut dan mengerahkan preman mengancam akan membongkar paksa lapak para pedagang di lokasi Fasum yang dikelola Saidi.
‘’Hari ini kami laporkan sekaligus meminta perlindungan hukum. Ada tujuh sampai 10 orang di PT Pade Angen yang kami laporkan,’’ kata kuasa hukum Saidi, M Taufik Budiman, kepada wartawan, di Mataram, Senin (7/11).
Budiman menjelaskan, perkara ini sebenarnya di ranah perdata. Ia kembali memaparkan, pada awal Oktober 2015 silam, kliennya atas nama Saidi membuat kontrak untuk mengelola fasum Pasar Mandalika selama 15 tahun. Surat kontrak ditandatangani bersama antara Saidi dengan Direktur Utama PT Pade Angen saat itu, Djonar Siahaan.
Surat kontrak itu mengatur bahwa Saidi akan mengelola Fasum berupa lahan di kawasan Pasar Mandalika yang belum dimanfaatkan oleh PT Pade Angen. Untuk pengelolaan selama 15 tahun itu, Saidi harus membayar kontrak senilai Rp145 juta. ‘’Biaya kontrak sebesar Rp145 juta sudah kami lunasi dengan pembayaran tiga tahap. Klien kami juga membayar setoran bulanan Rp3 juta di luar kontrak,’’ katanya.
Budiman mengatakan, berdasarkan kontrak tersebut, Saidi kemudian membangun lapak-lapak di luar toko dan lapak permanen, atau di gang-gang dan lahan kosong di Pasar Mandalika. ‘’Lapak yang dibangun klien kami ini, digunakan untuk para pedagang kecil yang tak sanggup menyewa toko atau lapak besar di pasar. Klien kami juga menjaga kebersihan dan keamanan di lapak-lapak itu,’’ ungkapnya.
Namun, lanjut Budiman, masalah kemudian muncul pasca meninggalnya Dirut PT Pade Angen pada April 2016. Tiba-tiba saja pihak PT Pade Angen tidak mengakui kontrak kerja dengan Saidi. ‘’Dengan berbagai alasan pihak PT Pade Angen tidak mengakui kontrak itu dan berbagai upaya mereka lakukan bahkan menggunakan preman dan oknum TNI AL,’’ ujarnya.
Terkait kontrak itu, Budiman mengatakan sudah melayangkan gugatan perdata untuk PT Pade Angen melalui Pengadilan Negeri (PN) Mataram pada 25 Oktober lalu. Gugatan itu diajukan lantaran menurut Budiman surat kontrak yang dipegang Saidi adalah sah dan mengikat, berlaku hingga 2030 mendatang. ‘’Surat kontrak itu sah menurut hukum. Masalah PT Pade Angen mengaku tidak ada uang yang masuk, ya itu bukan urusan kami karena klien kami sudah membayar Rp145 juta dan juga setoran Rp3 juta tiap bulan,’’ katanya.
Tapi di saat proses gugatan sedang berjalan, PT Pade Angen terkesan hendak mengadu domba para pedagang dengan preman. Menurutnya, harusnya PT Pade Angen dan semua pihak menghargai proses hukum. Tapi faktanya justeru ada upaya mereka mengadu domba melibatkan preman dan oknum TNI AL. ‘’Kami juga sudah laporkam masalah ini ke POM Lanal Mataram. Kami ingatkan agar TNI jangan mau dijadikan centeng oleh pengusaha, dan pengusaha juga jangan sekali-kali menggunakan tentara, karena ini bukan ranah mereka,’’ pungkasnya.(him/ar/ltd)