LOMBOK TIMUR, LOMBOKTODAY.CO.ID – Buntut dari penutupan sejumlah kafe di Pantai Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur (Lotim) oleh kebijakan Bupati Lotim, HM Sukiman Azmy pada 2018 lalu, masih menyisakan kebingungan bagi para pemilik kafe yang beredel itu. Meskipun para pemilik club hiburan malam itu acap kali meminta kebijakan Pemkab Lotim untuk diizinkan beroperasi kembali, namun hingga kini pihak Pemkab belum juga ada sinyal merestuinya.
Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Muhir saat ditemui Lomboktoday.co.id, Kamis (20/6), membenarkan pihak Pemkab Lotim belum mengizinkan 3 kafe yang telah ditutup kegiatannya itu.
Menurut mantan Kabid Dikdas Dinas Dikbud Lotim era Bupati Ali BD ini, alasan kuat Pemkab Lotim belum merespon permintaan para pengelola kafe untuk kembali beroperasi, karena para pengelola terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin operasionalnya. Sehingga pihak Pemkab masih akan mengkaji kemungkinan langkah yang tepat atau mempertimbangkan kembali untuk memperbaiki izin operasionalnya.
‘’Pemkab masih mempelajari dan mempertimbangkan kemungkinan diizinkan kembali beroperasinya 3 kafe yang telah dicabut izinnya itu. Dari ke-3 kafe nakal itu, ada 2 yang izinnya tempat karaoke saja, tapi menjual miras. Ada 1 yang izinnya hotel dan restoran, namun kegiatannya karaoke dan menjual miras. Inilah yang membuat bupati marah besar,’’ kata Muhir.
Akibat dari perilaku para pengelola kafe itu kata Kabid, berimplikasi munculnya image masyarakat tentang kafe menjadi identik dengan tempat kegiatan maksiat. ‘’Pasti anggapan publik jika menyebut kafe di situ ada karaoke campur miras, dan ada wanita-wanita cantik dan seksi,’’ ujarnya.
Sebenarnya kata Kabid, pemasaran ini yang namanya kafe itu bukan seperti yang ada dalam pikiran kebanyakan orang sekarang. Namun katanya, kafe itu adalah sebuah tempat orang rehat atau melepas penat sambil orang nyanyi-nyanyi terbuka dan menjual minuman halal (non alkohol, Red) seperti kopi, teh, es berbagai minuman botol dan kaleng non alkohol serta makanan-makanan biasa. Tidak jauh beda dengan istana jus, istana es krim dan sebagainya.
Untuk itu, pihak Dinas Pariwisata Lombok Timur akan berupaya mengembalikan pengelolaan tempat hiburan berlabel kafe ini ke dalam bentuk yang sebenarnya tanpa ada aktifitas maksiat di dalamnya.
‘’Kita rubah image masyarakat tentang kafe melalui pola pengelolaan semua kafe dalam bentuk yang sebenarnya sehingga para ustadz-pun bisa masuk melepas penat mana kala anggapan masyarakat sudah berubah, tidak lagi kafe itu indentik dengan tempat maksiat, tempat miras yang menyediakan para wanita partner song (PS),’’ katanya.
Dalam pemikiran ini, Dinas Pariwisata tentunya tidak berupaya sendiri, melainkan akan melibatkan beberapa lembaga pemerintahan yang lain seperti Satpol PP, Dinas Perdagangan, kepolisian dan lain-lain. Diharapkan kafe-kafe yang sudah ditutup itu mau kembali kepada marwah kafe yang sebenarnya sehingga Pemerintah bisa mempertimbangkan untuk mengizinkan operasinya. ‘’Coba lihat beberapa kafe yang masih beroperasi sekarang. Karena tidak ada kegiatan maksiat di dalamnya, pemerintah tidak menutupnya,’’ ucapnya.(Kml)