LOTIM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Sikap dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur (Pemkab Lotim) terhadap dinamika pemerintahan desa, dinilai ada ketimpangan kebijakan terkait penyelesaian kasus tarik-menarik kendaraan dinas (randis) kepala desa dan perangkat desa yang masih belum jelas kekuatan kesepakatan bersama antara Pemkab Lotim yang diwakilkan oleh Dinas PMD, BPKAD, Bakesbangpoldagri dan Satpol PP dengan Forum Komuniasi Kepala Desa (FKKD) Lombok Timur atas pembatalan penarikan randis kades.
Pasalnya, dalam butir kesepakatan itu tertera bahwa desa yang sudah ditarik randisnya, dapat diambil kembali pertanggal 7 Oktober kemarin, namun hingga kini belum bisa dieksekusi dengan dalih bahwa sejumlah randis sudah terlanjur dibagikan ke sejumlah OPD dan TKSK. ‘’Untuk menarik kembali dari OPD dan TKSK tersebut, masih harus menunggu perintah penarikan dari Bupati Lotim, HM Sukiman Azmy,’’ kata Kabag Umum Setkab Lotim, M Zainuddin seperti dilansir media ini kemarin.
Tentu sikap dan kebijakan Pemkab tersebut mendapat kritikan tajam dari salah seorang praktisi hukum yang juga Anggota DPRD Kabupaten Lotim dari Partai PKPI, Abdul Muhid.
Menurutnya, Pemkab Lotim masih ‘’setengah hati’’ mendukung kegiatan pemerintahan di desa dengan kebijakan menarik alat transportasi yang merupakan kebutuhan vital di desa dalam rangka pelayanan publik yang notabene Pemerintah Desa merupakan ujung tombak pemerintahan yang lebih atas yang merupakan satu-kesatuan dengan pemerintah daerah.
‘’Jangan dong Pemerintahan Desa dikesankan sebagai bagian yang terpisah dengan pemerintah daerah oleh Pemkab Lotim. Sehingga menjadi Fardu Ain (wajib) bagi Pemkab Lotim untuk memperhatikan fasilitas penunjang pelayanan di desa, bukan fardu kifayah yang boleh ya boleh tidak,’’ kata Abdul Muhid.
Jadi dalam hal ini kata Muhid, Pemkab Lotim harus arif dalam menentukan kebijakan yang lebih partisipatif sebagai tolok ukur keberhasilan memberikan pelayanan terbaik. Muhid menyitir sebuah teori hukum Plato yaitu ‘’sebaik-baik pemerintah adalah yang mampu memberikan pelayanan kepada rakyat minimal mendekati kebutuhan’’.
Terkait kebijakan pinjam pakai menurut dosen senior Fakultas Hukum salah satu PTS di Lotim itu adalah kebijakan yang dinilainya salah besar. Sebab katanya, barang ini adalah milik pemerintah yang akan diperuntukkan kepada pemerintah di desa. Istilah pinjam pakai itu terjadi dari antara swasta ke pemerintah atau sebaliknya. Kalaupun alasan randis itu adalah aset daerah, maka keberadaan pemerintah desa juga merupakan bagian dari aset daerah.
‘’Jadi, dalam konteks ini tidak boleh ada istilah pinjam pakai melainkan merupakan kewajiban absolut pemerintah daerah memberikan fasilitas kepada pemerintah desa,’’ ujarnya.
Ditanya soal diperbolehkannya pemerintah desa beli sendiri kendaraan dinas dengan anggaran desa, dengan lantang anggota dewan yang tergabung dalam Fraksi Persatuan Rakyat itu mengatakan, jika Pemkab Lotim mengharapkan desa membeli sendiri, maka Pemkab Lotim diminta untuk menaikkan plafon Alokasi Dana Desa (ADD) di masing-masing desa dalam penyusunan RAPBD. Sebab katanya, besaran ADD yang sekarang di setiap desa belum mampu untuk pengadaan randis.
‘’Kami tantang Pemda untuk menaikkan plafon anggaran untuk ADD pada pembahasan KUA PPAS dalam pembahasan RAPBD 2020 ini,’’ ucap anggota dewan utusan Dapil II Lotim ini.(Kml)
No Comments