Rossi dan Marquez Terancam Gagal Balapan di Sirkuit Mandalika

Direktur Public Institute NTB, Ahmad Samsul Hadi, SH.

Oleh: Abdul Rasyid Z. |

MATARAM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Kementerian Keuangan RI mengumumkan anggaran yang dialokasikan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp149,29 triliun. Anggaran tersebut merupakan total dukungan dari pemerintah.

Direktur Public Institute NTB, Ahmad Samsul Hadi, SH.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani menyampaikan hal itu dalam video conference Senin kemarin (18/5). Di mana, total dukungan pemerintah kepada BUMN itu sebanyak Rp104,38 triliun dalam bentuk above the line dan Rp44,92 triliun dalam bentuk below the line.

Sri Mulyani juga mengumumkan ada 12 BUMN yang mendapat dukungan pemerintah dalam program PEN. Dukungan yang mencapai Rp149,29 triliun ini dikucurkan dalam bentuk dana talangan, Penyertaan Modal Negara (PMN), hingga kompensasi.

Untuk dana talangan, ada lima perusahaan pelat merah yang dapat, Sedangkan anggaran PMN mencapai Rp25,27 triliun. PMN akan diberikan kepada PT PLN (Persero) Rp5 triliun, PT Hutama Karya (Persero) Rp11 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI Rp6,27 triliun, PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM Rp 2,5 triliun, dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Rp500 miliar. Lalu khusus untuk BPUI akan dibayarkan secara non tunai sebesar Rp270 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Public Institute NTB, Ahmad Samsul Hadi, SH., menyambut baik langkah yang dilakukan pemerintah pusat dalam situasi ekonomi yang tersandera pandemi. ‘’Artinya pemerintah pusat itu berpikir beyond, melapui keadaan. Di tengah situasi perang melawan Covid-19, pemerintah pusat tetap memikirkan keberlangsungan hidup perusahaan negara,’’ kata Ahmad dalam siaran pers yang dikirim ke Redaksi Lomboktoday.co.id, Selasa (19/5).

Ahmad mengatakan, karena bantuan pemerintah tersebut dalam bentuk PNM terhadap ITDC, maka seharusnya sudah tidak ada lagi kendala yang berarti di lapangan yang akan berpotensi menghambat pembangunan kawasan. Seperti pembayaran lahan dan penyelesaian lainnya. Pemerintah tidak bisa lagi mengedepankan alasan yang sebenarnya hanya akan menambah sengkarut penyelesaian pembayaran lahan warga. Mengingat ini adalah kali kedua ITDC mendapatkan suntikan dari pemerintah di samping pendanaan lainnya.

Sementara itu, pada kunjungannya ke KEK Mandalika Resort Kuta, Presiden Jokowi meminta persoalan itu dibicarakan tanpa harus ngotot. ‘’Nanti itu urusan ITDC dengan Pak Gubernur. Saya kira pendekatan-pendekatan di lapangan, ya, mendekati, mengajak bicara, dan segera diputuskan. Kita bisa bicara kok, kenapa harus ngotot-ngototan,’’ kata Presiden Jokowi, saat mengunjungi KEK Mandalika Kuta, pada Jumat (17/5/2019) lalu.

Pesan presiden juga sangat jelas dan terang, sekarang kalau saja ITDC bersama Pemerintah Provinsi NTB yaitu Gubernur, Sekda dan timnya, juga Pemerintah Kabupaten dengan perangkatnya, mau duduk bersama pemilik lahan, pasti selesai, ITDC jangan ngotot pakai istilah HPL segala. ‘’Memangnya KEK itu kawasan publik, itu kan kawasan bisnis, kawasan usaha. Jadi, jangan pakai istilah ganti rugi segala. Bayar tanah warga, selesai itu, kalau mau ngotot saja terus pidanakan warga, apa bedanya ITDC dengan perusahaan abad 18,’’ ujar Ahmad yang juga lama bergelut dalam bidang HAM dan Lingkungan Hidup ini.

Selanjutnya apa skenario Pemprov NTB dalam penyelesaian lahan di kawasan, apa peran serta Komisaris ITDC yang mengawasi kerja perangkat BUMN ini di lapangan, apa upaya Pemerintah Kabupten Loteng dalam melindungi dan memperjuangkan hak rakyatnya. ‘’ITDC ini mahluk apa? Mereka mencatat bahkan kawasan nantinya akan menyerap sampai 39.000 tenaga kerja permanen, puluhan ribu tenaga kerja alih daya, tapi kapan, urusan pengaspalan sirkuit saja masih banyak alasan. saya curiga, Rossi dan Marquez akan kecewa karena terancam gagal menjajal sirkuit,’’ katanya.

Menurut Ahmad, bahwa ITDC juga ditenggarai kurang mengakomodir kepentingan pengusaha lokal. Padahal banyak pengusaha lokal yang mau dan mampu berinvestasi di sana. Baik sendirian maupun kongsi dengan pengusaha nasional.(Sid)