Oleh: Lalu M Kamil AB |
LOTIM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Lembaga Kajian Kebijakan dan Transparansi (LK2T) menggelar diskusi terbatas dengan tema ‘’Menguji ketahanan daerah dalam penanganan dan pasca Covid-19’’. Acara yang digelar di salah satu rumah makan di kawasan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur (Lotim) ini, dihadiri oleh perwakilan berbagai perkumpulan mulai dari organisasi pemuda sampai organisasai profesi.
Dalam kata pengantar diskusi, Ketua Umum LK2T, Karomi, M.Pd, menyampaikan bahwa diskusi terbatas ini dilakukan untuk menyikapi semua dinamika di tingkat bawah dan untuk mencari solusi dari berbagai persolan yang ada. Hasil diskusi ini kata Karomi, akan diteruskan kepada pemerintah untuk dijadikan rekomendasi-rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan.
Salah seorang Anggota DPRD Provinsi NTB, H Najamudin yang turut hadir menyampaikan bahwa setiap anggaran negara harus dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Maka yang paling utama harus dilakukan adalah transparansi. ‘’Semua anggaran ini harus dikelola dengan baik, dan pada saat ini Indonesia sedang dilanda wabah Covid-19. Tentu akan memakan biaya yang banyak, dan akan berdampak pada peluang terjadinya penyelewangan juga akan terjadi,’’ kata H Najamudin.
Menurut politisi PAN itu, pemerintah harus berani membuka diri dalam sistem pengelolaannya, agar dapat tercapai tujuan dari penganggaran yang sangat besar tersebut. Terlebih NTB menganggarkan dana Covid-19 ini sebasar Rp300 miliar lebih.
Jika dikaitkan dengan realita di lapangan kata Najamuddin, masih terjadi kesimpangsiuran data penerima sehinga berdampak pada terjadinya persoalan yang baru pada masyarakat di tingkat bawah. Untuk itu, Najamuddin berjanji akan menggiring DPRD NTB untuk menggunakan hak interpelasinya kepada Pemerintah Provinsi NTB, terkait dengan penggunaan anggaran yang sudah dikeluarkan sebanyak Rp300 miliar lebih tersebut.
‘’Kita akan pertanyakan untuk membeli barang-barang apa saja, sehingga kenapa harus membeli sembako, dan apa saja model sembako itu, untuk siapa itu, dan dari siapa membelinya? dan bagaimana kualitasnya? Semua itu harus transpransi,’’ ujarnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum Lombok Timur, Zainul Muttaqin mengungkapkan bahwa potensi korupsi dari bansos ini mulai dari pengadaan barang dan jasa, siapa yang ditunjuk, karena akan ada potensi nepotismenya dalam penunjukan sehingga hal tersebut bisa mengarah kepada korupsi.
Zainul Muttaqin menuding sampai saat ini Pemerintah Daerah tidak pernah mengumumkan berapa anggaran yang digunakan, sehingga tidak diketahui kemana dan apa saja yang dibeli, belum lagi saat pendistribusian di tingkat bawah.(Sid)