MATARAM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Selain kesetaraan gender yang harus terus dikampanyekan, perlindungan perempuan dan anak menjadi isu penting perayaan Hari Kartini ke-143 tahun 2021.
Demikian disampaikan Ketua Tim Penggerak PKK NTB, Hj Niken Saptarini Widyawati dalam dialog perempuan melalui podcast. Hj Niken mengapresiasi Pemerintah Provinsi NTB dan DPRD NTB dalam pembuatan Perda Pencegahan Perkawinan Anak dan Pemberdayaan Perlindungan Perempuan. ‘’Perempuan adalah partner hidup dan bukan subordinat sosial. Pendidikan menjadi jawaban menyiapkan Kartini masa depan yang lebih berdaya,’’ kata Hj Niken dalam dalam program SpeakUp di TV 9, pada Rabu (21/4).
Hal itu dikatakannya menanggapi budaya patriarki yang masih belum hilang di masyarakat dan perlindungan perempuan sebagai upaya pemberdayaan. ‘’Tokoh seperti Ibu Wagub NTB atau Ibu Ketua DPRD NTB dan lainnya adalah mereka yang berasal dari keluarga yang memberikan kesempatan dan tidak membedakan kesempatan lelaki dan perempuan terutama dalam hal pendidikan,’’ ujarnya.
Dikatakan Hj Niken, Perda yang baru saja mendapatkan penghargaan Menteri PPA dalam kunjungannya pada Jumat (16/4) lalu, menurut Hj Niken, dimaksudkan agar kesetaraan peran perempuan dapat terwujud. Perlindungan dalam bentuk hak pendidikan yang sama bagi perempuan dapat menuntaskan banyak persoalan. Kasus perkawinan anak misalnya adalah bentuk perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan dan menutup potensi perempuan yang seharusnya berkembang selain masalah kesehatan dan sosial akibat perkawinan anak yang mengurangi peran perempuan untuk ikut membangun generasi yang lebih baik.
Salah seorang pegiat perempuan yang juga Ketua Forum Alumni HMI Wati, Andayani mengatakan, refleksi perjuangan Kartini dalam hal pendidikan dan keluarga sangat dalam. Membangun wawasan untuk perempuan memahami perannya sebagai ibu, istri, warga masyarakat dan warga negara selalu sangat relevan dan aktual dalam setiap periode generasi. Bahkan, membaca surat Kartini tentang emansipasi perempuan tak berhenti pada politik gender. Dalam sebuah suratnya, Kartini bahkan meminta bagaimana Al-Quran bisa dterjemahkan kedalam bahasa Jawa agar dapat dimengerti dan dipahami oleh perempuan dari sisi agama. ‘’Ini membuktikan bahwa perjuangan Kartini tidak hanya melawan dominasi lelaki dalam banyak hal pada masa itu bahkan sampai sekarang, tapi juga mencoba mengajak perempuan memahami perannya sebagai manusia,’’ kata Andayani.
Sebagai manusia yang berperan sentral dalam keluarga, perempuan sebagai ibu dan istri tidak hanya menggugat hak atas penghargaan eksistensi, tapi juga mengingatkan dunia bahwa tanpa perempuan yang berpendidikan dan berwawasan baik, peradaban manusia akan rusak karena menempatkan perempuan hanya sebagai pelengkap. ‘’Padahal peran perempuan meski di rumah tangga saja sudah sangat penting. Di era sekarang kalaupun meminta peran yang sama di berbagai bidang lebih kepada tuntutan zaman agar suara perempuan didengar,’’ ujarnya.(Sid)