LOMBOK TIMUR, LOMBOKTODAY.CO.ID – Kepala Desa (Kades) Pematung, Kecamatan Sakra Barat, Hanapi Utsmani mengaku harus rela menelan pil pahit atas fitnahan yang tengah menerpanya dalam pekan terakhir ini. Kelompok pemuda di desanya sudah 2 (dua) kali mendatangi kantor desa.
Kedatangan para pemuda untuk mempertanyakan kedudukan dana setoran bagi hasil dari BUMDes Desa Pematung. Bahkan sekelompok pemuda menuding Pemdes setempat menilep uang sebesar Rp91 juta lebih dari bagi hasil BUMDes tersebut.
Tak cuma itu, massa juga mempersoalkan dan menuduh perangkat desa bagi-bagi duit pengembalian pinjaman oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebesar Rp50 juta di desa yang terletak paling selatan wilayah Kecamatan Sakra Barat itu.
Menelusuri hal itu, wartawan Lomboktoday.co.id, pada Selasa (7/9/2021) mencoba menemui Kepala Desa Pematug, Hanapi Utsmani di kediamannya guna mengklarifikasi isu yang kini tengah menjadi konsumsi masyarakat hingga luar wilayah desanya.
Dengan ekspresi wajah tenang karena merasa tak berdosa dan dengan santainya menguraikan kronologi masalah yang sebenarnya. Kades dua periode itu menyebut setelah 2 (dua) kali warga mendatangi kantor desa, semua menjadi terang benderang atas duduk perkara yang sebenarnya. ‘’Ini hanya miskomunikasi saja, wajar masyarakat menuding miring karena informasi sepihak,’’ kata Kades.
Pertama lanjut Kades, persoalan isu dana Rp91 juta itu adalah akumulasi setoran PADes dari bagi hasil penyertaan modal desa kepada BUMDes yang disetorkan sejak tahun 2016 lalu kepada desa secara cicilan hingga tahun 2018 lalu dengan tanda bukti lengkap dan masuk dalam APBDes. Bukan BUMDes nyetor gelondongan sebesar Rp91 juta seperti yang diisukan.
Kades mengakui dalam 2 tahun terakhir pihak BUMDes tidak pernah nyetor bagi hasil ke desa karena modal masih berputar di nasabah (masyarakat). BUMDes kata Kades, dalam 2 tahun ini tidak pernah menarik setoran dari masyarakat karena situasi pandemi Covid-19 yang dimakluminya masyarakat dalam situasi sulit. ‘’Sejumlah modal penyertaan desa kini masih bergulir di masyarakat,’’ ujarnya.
Sedangkan terkait dana Gapoktan, Kades mengaku tidak tahu menahu karena di luar kewenangan Pemerintah Desa (Pemdes) untuk mencampuri. Kades mengaku baru mengatahui yang sebenarnya persoalan Gapoktan ini setelah ada aksi warga mendatangi kantor desa, pada Senin (6/9/2021) kemarin. ‘’Makanya kami justeru bersyukur dengan gerakan pemuda, semua jadi terang benderang,’’ ucapnya.
Namun demikian, tambah Hanapi yang mengaku ikut dalam Gapoktan sejak sebelum dirinya menjadi Kades menuturkan, Gapoktan pernah dapat suntikan dana Rp100 juta dan dipegang oleh ketuanya berinisial S. Dan oleh S yang kini masih berada dalam jeratan hukum kasus lain, setelah dirong-rong oleh anggota, akhirnya mengakui Rp50 juta dipakai menjadi modal sendiri tak disalurkan kepada anggota.
Seiring berjalan waktu S mengembalikan sisa Rp50 juta yang diserahkan ke Sekdes dalam kapasitasnya sebagai pengurus Gapoktan juga. Namun oleh Sekdes tanpa sepengetahuan Hanapi (Kades), berinisiatif mengumpulkan beberapa pengurus lainya yang secara kebetulan sebagian besar menjadi perangkat desa. Dana yang Rp50 juta itu konon mereka sepakat untuk diperpinjamkan di internal pengurus Gapoktan masing-masing dengan besaran yang bervariatif.
Karena persoalan ini menjadi gejolak di masyarakat, akhirnya semua dana Gapoktan yang sudah beredar dalam bentuk pinjaman, semua menyatakan urung meminjam dan dikembalikan kepada pengurus Gapoktan. Dan dana itu kini berada di tangan pengurus. Sedangkan yang Rp50 juta berada di tangan S selaku ketua belum bisa ditarik karena yang bersangkutan tengah menghadapi proses hukum.(Kml)
2 year ago
Pecat jok notaris jari masyarakat Des, pekendeng jok dese mendane
2 year ago
Sabar des…hadapi dengan jentelman saja, biasa yg namanya msyarakat ada yg pro dan kontra lumrah itu