Pasca Penutupan Paksa, Pengusaha Cafe Suranadi Minta Solusi

Anggota Satpol PP Tutup Cafe
Terlihat sejumlah anggota Satpol PP Lombok Barat saat menutup paksa cafe dan karaoke di wilayah Suranadi, Lombok Barat.

LOMBOK BARAT, LOMBOKTODAY.CO.ID – Sejumlah pengusaha Cafe dan Karaoke di kawasan Suranadi, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) meminta pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Lobar untuk memberikan solusi pasca dilakukan penutupan paksa.

Setidaknya ada 34 pengusaha yang tergabung dalam Aliansi Warung Suranadi (AWAS) meminta Pemda Lobar untuk mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dari keberadaan usaha mereka. “Kami minta Pemda Lobar memberikan solusi pasca penutupan cafe ini,” kata Humas AWAS, I Gede Putra Yasa, di Suranadi, Lombok Barat, pada Rabu (11/1/2023).

Pria yang akrab disapa Ngurah ini menjelaskan, saat ini setidaknya ada 34 warung atau cafe yang tergabung dalam AWAS. Selama beroperasi, rerata tiap cafe mempekerjakan sebanyak 5 sampai 10 orang tenaga kerja.

Keberadaan cafe, menurut Ngurah, juga membawa dampak ekonomi bagi para pedagang asongan. Sehingga penutupan cafe dinilai berdampak buruk bagi perekonomian setempat dan menyebabkan lebih dari 200 orang kehilangan pekerjaan.

“Penutupan paksa sudah dilakukan sejak sebelum tahun baru 2023, dan saat ini sudah masuk hari ke-17. Dampaknya sangat terasa, sementara belum ada solusi dari pihak Pemda Lobar,” ujarnya.

Ngurah yang didampingi sejumlah anggota AWAS lainnya mengungkapkan, mereka juga kesulitan dengan kondisi ini. Sebab, meski operasional usaha ditutup, namun tagihan hutang atau kredit di perbankan tetap berjalan. Rerata para pengusaha ini menanggung cicilan bank untuk modal usaha sebesar Rp5 juta hingga Rp8 juta per bulan.

Ngurah mengatakan, AWAS sangat menghargai keputusan Pemda Lobar untuk menertibkan cafe dan karaoke. Namun harus ada solusi yang win-win solution. Bahkan para pengusaha kecil ini berharap ada regulasi dan bersedia mengurus segala perizinan yang dibutuhkan agar usaha mereka bisa kembali berjalan.

“Hitungan kami uang berputar di Suranadi bisa mencapai Rp4 miliar per bulan. Ini sangat potensial sebagai pemasukan daerah jika ada regulasinya. Kami pun selalu siap sejak dulu untuk mengurus izin apa saja yang dibutuhkan. Kami berharap Pemda Lobar memberikan solusi,” katanya.

AWAS juga menyentil soal keadilan dalam penerapan Peraturan Daerah (Perda) di Lombok Barat. Sebab, di sejumlah lokasi lainnya seperti di Lilir dan Lingsar, praktik cafe dan karaoke yang sama tetap bisa beroperasi.

“Ini juga kami pertanyakan, kenapa hanya Suranadi yang ditutup, sementara lokasi lain masih buka. Kalau penerapan Perda kan harusnya berlaku sama di semua wilayah Lombok Barat,” ucapnya.(Sid)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *