JAKARTA, LOMBOKTODAY.CO.ID – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mengungkapkan, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), dari sekitar 545 daerah (37 provinsi dan 508 kabupaten/kota) yang mengikuti Pilkada Serentak 2024, sebanyak 41 daerah di antaranya hanya memiliki satu pasangan calon (Paslon) dan akan berhadapan dengan kotak kosong. Terdiri dari 1 provinsi yakni Papua Barat dan 40 kabupaten/kota, antara lain; Aceh Utara, Bintan, Ciamis, Banyumas, Sukoharjo, Brebes, Ngawi, Gresik, Surabaya, dan lainnya.
Tren calon tunggal dalam Pilkada terus meningkat setiap tahunnya. Pada Pilkada 2015 lalu, ada 3 daerah yang memiliki calon tunggal, Pilkada 2017 sebanyak 9 daerah, Pilkada 2018 sebanyak 16 daerah, dan Pilkada 2020 sebanyak 20 daerah. Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah pun tidak mampu membendung partai politik yang di beberapa daerah hanya mencalonkan calon tunggal.
‘’Ada banyak faktor penyebabnya. Misalnya karena figur calon di daerah sudah terlalu kuat, sehingga tidak ada yang mau melawannya. Bahkan calon perseorangan pun juga tidak mau maju melawan. Meningkatnya tren calon tunggal mengindikasikan bahwa ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam penyelenggaraan Pilkada. Dari mulai politik berbiaya tinggi yang membuat anak bangsa tidak mampu maju dalam kontestasi Pilkada, hingga manajemen rekrutmen partai politik yang perlu ditingkatkan agar dapat menghasilkan lebih banyak lagi kader berkualitas yang dapat menjadi calon pemimpin di tingkat daerah,’’ kata Ketua MPR RI yang akrab disapa Bamsoet ini dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bersama Alumni Lintas Angkatan SMPN 49 Jakarta, di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD RI, Komplek Parlemen Senayan–Jakarta, Senin (9/9/2024).
Hadir para alumni antara lain; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo; Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama, Kelembagaan, Inovasi, dan Teknologi Universitas Pertahanan (Unhan) RI, Mayjen TNI Susilo Adi Purwantoro; Staf Ahli Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam RI, Irjen Pol Andry Wibowo; Ketua KPU RI Periode 2021-2022, Ilham Saputra; Kepala SMPN 49 Jakarta, Abdul Basri; Ketua Komite SMPN 49 Jakarta, Kismono.
Bamsoet mengingatkan, persaingan dan tensi politik di Pilkada Serentak bisa jadi tidak kalah sengit dibandingkan Pileg dan Pilpres. Karena itu, seluruh elemen bangsa harus kembali mawas diri. Kesuksesan Pemilu 2024 harus dijadikan pegangan agar Pilkada Serentak yang tinggal beberapa bulan lagi, tidak menorehkan luka perpecahan di masing-masing daerah.
‘’Para pemimpin di daerah harus meniru pemimpin di pusat sebagaimana yang sudah dicontohkan Prabowo–Gibran, Anies–Muhaimin, dan Ganjar–Mahfud, bahwa ada kalanya kita bertanding ada kalanya kita bersanding. Politik sekadarnya, persaudaraan kebangsaan selamanya. Mari jaga dan amalkan salah satu sila Pancasila, Persatuan Indonesia. Mari sambut Pilkada dengan sukacita, jangan jadikan Pilkada sebagai sumber dukacita,’’ ungkap Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, pengimplementasian Pancasila dalam politik kebangsaan oleh para elite politik sangat penting. Mengingat akhir-akhir ini, nilai-nilai Pancasila mulai sering dipertanyakan manifestasinya, dijauhkan dari jangkauan diskursus publik, dan bahkan dikesampingkan sebagai rujukan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan.
Tahun 2018, survei LSI mencatat bahwa dalam kurun waktu 13 tahun, dari tahun 2005 hingga 2018, masyarakat yang menyatakan pro terhadap Pancasila telah mengalami penurunan yang cukup signifikan (sekitar 10 persen), dari 85,2 persen pada tahun 2005 menjadi 75,3 persen pada tahun 2018.
‘’Survei CSIS menyebutkan bahwa sekitar 10 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi yang lain. Dari survei Komunitas Pancasila Muda pada tahun 2020, diketahui bahwa hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka. Sementara 19,5 persen di antaranya menganggap Pancasila hanya sekedar istilah yang tidak benar-benar dipahami maknanya,’’ terang Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, tahun 2021 lalu, survei yang dilakukan MEDIAN mencatat bahwa sebanyak 49 persen responden berpandangan Pancasila belum dilaksanakan dengan baik dan benar. Survei SMRC tahun 2022 mencatat bahwa bahwa komitmen publik terhadap nilai-nilai Pancasila, dan bagaimana nilai-nilai Pancasila direalisasikan dalam kehidupan berbangsa, masih diklasifikasikan dalam kategori ‘’sedang’’.
Selanjutnya tahun 2023, hasil survei Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID) juga mencatat bahwa 83,3 persen siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap bahwa Pancasila bukanlah ideologi permanen, dan oleh karenanya bisa diganti.
‘’Berbagai temuan hasil survei di atas mengisyaratkan pesan penting bagi kita untuk mereview kembali cara kita memaknai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita perlu membangun paradigma baru untuk membumikan nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek dan dimensinya. Eksistensi Pancasila harus dapat dirasakan kehadirannya dalam setiap ruang dan relung publik diimplementasikan secara nyata, dan diaktualisasikan dalam berbagai realitas sosial, politik, dan ekonomi,’’ jelas Bamsoet.(Sid)