Dapatkan Dukungan Signifikan Pemilih Milenial dan Gen Z, Ini Pendapat M16

Bambang Mei F
Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH.

JAKARTA, LOMBOKTODAY.CO.ID – Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 berpendapat bahwa setiap pasangan capres dan cawapres 2024 tidak bisa berleha-leha dan harus mulai menyiapkan strategi jitu untuk mendapatkan dukungan signifikan dari pemilih milenial dan Gen Z.

‘’Pemilih milenial itu memiliki independent mindset. Mereka punya pola pikir yang independen dan enggan diatur oleh arus utama. Mereka lebih cenderung mencari informasi sendiri, menganalisis kandidat dan isu-isu yang relevan, dan membuat keputusan berdasarkan pemahaman pribadi mereka tentang masalah tersebut,’’ kata Direktur M16, Bambang Mei Finarwanto, saat dihubungi via phone, Rabu (15/11/2023).

Mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB dua periode yang akrab diapa Bang Didu ini menegaskan, generasi milenial dan Gen Z tumbuh dalam era teknologi digital dan internet yang memungkinkan akses mereka mudah ke berbagai sumber informasi.

Imbasnya, generasi milenial dan Gen Z sering mengandalkan media sosial dan situs berita daring untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang calon presiden dan calon wakil presiden.

Itu sebabnya, kata Didu, para pemilih milenial dan Gen Z cenderung lebih terpapar kepada ideologi dan programnya secara langsung, daripada hanya mengandalkan popularitas capres dan cawaprews yang saat ini tengah melejit berdasarkan hasil survei.

‘’Kadidat yang ingin mendapatkan insentif elektoral dari pemilih milenial dan Gen Z yang signifikan, tidak bisa hanya mengandalkan cara persuasi yang konvensional dengan menyebar baliho atau stiker belaka. Sebab, mereka adalah generasi yang tumbuh di era teknologi yang mengakses informasi dari sistus media daring dan media sosial,’’ ujarnya.

Analis politik NTB yang dikenal humbble ini pun memberi bocoran bahwa pemilih milenial dan Gen Z sering lebih peduli pada isu-isu spesifik. Mereka juga umumnya memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan inklusif. Isu-isu spesifik itu, kata Didu, misalnya yang terkait dengan lapangan pekerjaan, perubahan iklim, kesetaraan gender, maupun yang terkait dengan informasi dan teknologi, misal game mobile legend.

‘’Karena itu, preferensi pilihan pemilih milenial dan Gen Z pada calon presiden dan calon wakil presiden akan sangat ditentukan oleh bagaimana calon tersebut berkomitmen pada isu-isu yang mereka anggap penting, bukan berdasarkan survei calon presiden dan calon wakil presiden dari partai tertentu,’’ ungkapnya.

Didu menjelaskan, dalam Pilpres 2024, pemilih milenial dan Gen Z akan menjadi pemilih yang dominan di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi NTB. Data KPU menyebutkan, di NTB jumlah pemilih milenial dan Gen Z pada Pemilu 2024 mencapai 2,1 juta. Jumlah tersebut setara dengan 54 persen jumlah pemilih di Bumi Gora.

Karena itu, aktivis kawakan NTB ini mengingatkan kepada calon presiden dan calon wakil presiden bahwa 2,1 juta pemilih milenial dan Gen Z tersebut, tidak akan mudah dipersuasi untuk kepentingan insentif elektoral. Mereka butuh pendekatan dan treatment yang berbeda.

Apalagi saat ini, para pemilih milenial dan Gen Z pun sangat sadar kalau mereka dijadikan target menambah insentif elektoral, karena jumlah mereka yang sangat signifikan.

‘’Jangan lupa, seiring dengan independensi mereka, pemilih pemula/milenial dan Gen Z juga sering menunjukkan sikap skeptis terhadap politik tradisional dan elit politik. Mereka cenderung mencari wajah baru, pemimpin yang lebih transparan, dan berorientasi pada solusi atas masalah sosial dan ekonomi,’’ ungkapnya.

Berdasarkan pengalaman pesta demokrasi dari beberapa negara, tambah Didu, pemilih milenial dan Gen Z tinggal di sistem multi-partai atau multi koalisi. Sehingga pemilih milenial dan Gen Z lebih cenderung memilih partai atau kandidat dari partai berdasarkan program dan visi partai secara keseluruhan daripada hanya karena popularitas capres dan cawapres.(Sid)