Mengetuk Pintu Keadilan, Mengutuk Penelantaran yang Tak Berprikemanusiaan

Achmad Saahib dan putrinya
Achmad Saahib dan putrinya.

Oleh: Achmad Sahib |

SURAT terbuka untuk Kapolda NTB dan anggota polisi yang melakasanakan razia penertiban di Jalan Majapahit, tepatnya di depan Taman Budaya Mataram, pada Selasa (21/11/2023).

Awalnya, saya merasa masih canggung untuk mencairkan uneg-uneg di otak saya, lantaran saya masih memiliki banyak sahabat, banyak saudara bahkan hubungan yang terlampau erat dengan puluhan, ratusan bahkan ribuan anggota polisi dari berbagai latar belakang bagian.

Tetapi, ledakan dahsyat perasaan tidak mampu diukur karena tetes air mata penderitaan anak saya yang diperlakukan sangat tidak adil bahkan mungkin juga dialami oleh anak-anak lain yang ketika itu mengalami nasib yang sama.

Saya hanya ingin bertanya, andai saja anakmu mengalami perlakuan yang sama dengan anakku ketika dia tanpa sengaja melupakan sesuatu. Anakku ketinggalan dompet dan surat kendaraan beserta uang sangu yang nilainya tidak seberapa karena mengejar waktu untuk melaksanakan kewajiban kuliah pagi itu.

Karena yakin surat kendaraan yang dibawanya ada, sehingga dia berani menerobos barikade pemeriksaan atau istilah keren para penegak hukum menggelar razia. Namun mirisnya, kalian tak paham antara sengaja atau tidak, yang penting bagi kalian aksi menindak. Tanpa berpikir logis, apakah anak gadisku bisa berbuat apa-apa.

Tangisan anakku hari ini akan menjadi catatan penting dalam hidupku untuk menyimpan dendam karena kalian memang sengaja tak menaruh simpati. Ada hal yang penting ketika anakku menangis meminta tolong lantaran tidak memiliki uang untuk melanjutkan perjalanan ke tempat kuliah.

Saya sangat simpati sama masalah yang dialami anak saya, karena sambil menangis dia melanjutkan perjalanan ke kampus berjalan kaki. Sebagai seorang jurnalis yang sudah puluhan tahun lontang-lantung di dunia jurnalis, saya mencoba berkoordinasi dengan mereka, karena selama ini saya menganggap mereka adalah mitra kerja.

Ternyata di luar dugaan… Tanpa belas kasihan mereka membiarkan seorang anak perempuan menangis berjalan kaki tanpa bantuan. Katanya polisi pelayan rakyat, tetapi justru saya harus bersedih ketika ada oknum polisi tanpa moralitas, tanpa sisi kemanusiaan.

Hampir seluruh rakyat paham, bahwa negara ini sedang sakit, sedang tidak baik baik saja. Saya yakin tulisan saya ini akan menuai kontroversi, ada yang membenarkan, bahkan ada yang mencari dalih pembenaran.

Begitu juga di dalam tubuh institusi kepolisian sendiri, saya masih meyakini lebih banyak yang berpikir positif karena masih bangga menjaga nama baik institusi sebagai aparatur negara. Meskipun juga tidak sedikit pasti banyak seperti cacing kepanasan, karena merasa tercekik karena dipelintir dasinya, atau kupingnya. Panas karena enggan mendengar kritik rakyat yang menggaji untuk makan keluarga mereka.

Aktualnya saya menggambarkan ambisi seorang presiden, menugaskan adik iparnya sebagai Ketua MK, lalu membuat undang-undang memaksa buah mentah untuk matang sebelum mangkal. Bukannya matang, malah akan busuk.

Saya tumpahkan rasa simpati ini untuk kalian semua yang ditugaskan oleh negara untuk melindungi rakyat, bukan menyakiti rakyat. Setiap kita pasti memiliki kekurangan dan membutuhkan koreksi. Sebab, manusia cerdas pasti tidak alergi koreksi. Begitu juga diri saya, jika tulisan ini banyak kekurangan, maka saya dengan sepuluh jari juga siap menerima koreksi.

Sesuai amanat undang-undang, negara memberikan bagi seluruh masyarakat untuk menyatakan pendapat secara merdeka di depan publik.

Saya berharap, dari kejadian yang menimpa anak saya ini, akan ada aspek logis untuk melakukan evaluasi. Saya siap membina anak saya untuk disiplin dan taat pada aturan, dan berharap para pemilik kebijakan di jajaran kepolisian juga memberikan pembinaan terhadap anggota yang melaksanakan penertiban, agar mengedepankan tanggung jawab moral terhadap sesama manusia.

Sehingga ke depan hubungan harmonis dengan masyarakat kembali terbangun setelah runtuhnya nama baik institusi Polri, karena ulah Sambo yang sangat mencoreng nama baik institusi Polri. Salam Presisi…!.(*)

Penulis adalah Anggota Presedium Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Alumni Taplai Lemhanas RI Angkatan 2015, Peserta TOT Lemhanas RI 2019.