PHK Tanpa Pesangon, Developer Dilaporkan Mantan Karyawan ke Disnakertrans NTB

PT Royal Lombok Property
Dua mantan karyawan PT RLP yakni inisial DA dan NWS saat melaporkan PT RLP ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, terkait kasus PHK tanpa pesangon, pada Senin (13/9/2021).

MATARAM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Dua mantan karyawan salah satu developer di NTB, PT RLP (Royal Lombok Property) dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Tranmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, karena melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) tanpa memberikan pesangon sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Dua mantan karyawan ini melapor pada Senin (13/9/2021) pagi kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi melalui Bidang PHI dan Jaminan Sosial.

Dua mantan karyawan PT RLP ini adalah inisial DA dan NWS. Dengan laporan ini, PT RLP menjadi satu-satunya developer di NTB yang dilaporkan ke Pemprov NTB jika dilihat historis selama ini laporan pengaduan yang masuk ke Disnakertrans NTB.

Laporan keduanya dicatat langsung oleh Mediator Hubungan Industrial, di antaranya, B Marpaung, SH, MH., Mariatun Kiptiah, SH dan Samsudduha, SE.

Dalam laporannya, kedua mantan karyawan ini menyampaikan tidak mendapatkan hah-haknya setelah di PHK perusahaan.

Hak-hak tersebut meliputi; pesangon, BPJamsostek yang tidak bisa dicairkan karena tunggakan perusahaan, Tunjangan Hari Raya (THR) selama dua tahun, dan bonus penjualan unit perumahan yang dijanjikan setiap perusahaan kepada karyawan yang berhasil melakukan negosiasi dengan calon konsumen.

‘’Kami tidak mempermasalahkan kami diberhentikan oleh perusahaan. Itu hak perusahaan, tapi kami hanya menuntut hak-hak kami sesuai undang-undang,’’ kata DA.

Diketahui, kedua mantan karyawan PT RLP ini sudah bekerja selama 8 (delapan) tahun dan sudah ikut berkontribusi membesarkan perusahaan. Sehingga wajar keduanya menuntut hak-haknya kepada perusahaan, seperti yang diatur oleh negara.

Para mediator menampung seluruh isi laporan. Selanjutnya, dalam waktu secepat mungkin akan memanggil perusahaan untuk diklarifikasi terkait laporan yang disampaikan mantan karyawannya.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 dan Undang-Undang No.11 Tahun 2020, jika menghitung usia kerja para mantan karyawan PT RLP ini, untuk pesangon dihitung 12 kali gaji, dari besaran gaji yang diterima terakhir. ‘’Nanti kita akan panggil dari perusahaannya, kita klarifikasi berdasarkan laporan ini. Kalau perusahaannya dipanggil terus tidak datang untuk memberikan keterangannya, berarti dianggap membenarkan laporan yang masuk. Laporannya bisa kita teruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Tapi sebelum ke sana, kita upayakan proses mediasi dulu,’’ kata Mariatun.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi juga menegaskan, sebetulnya proses PHK tidak boleh dilakukan sembarangan oleh perusahaan. Harus ada tahapan sampai PHK dilakukan. Di antaranya; peringatan I, peringatan II, peringatan III.

Dan harus dipastikan, karyawan wanprestasi selama bekerja. Itupun, belum bisa dijadikan kesimpulan untuk PHK oleh perusahaan. Harus ada laporan terlebih dahulu perusahaan kepada pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

‘’Setelah ada laporan akan PHK, Disnakertrans menengahi. Apakah PHK adalah jalan terbaik? Kalau itu jalan terbaik, disepakati bersama dengan pemerintah. Perusahaan juga harus membayarkan hak-hak karyawan. Aturannya ketat, apalagi sekarang dengan Undang-Undang cipta kerja,’’ kata Gede Putu Aryadi.

Gede Putu Aryadi kembali menegaskan, akan memanggil perusahaan yang dilaporkan oleh mantan karyawan untuk diklarifikasi. Ujungnya, pemerintah pasti berharap persoalannya dapat diselesaikan dengan baik bagi kedua belah pihak.(Sid)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *