Peredaran Miras di Lombok Barat Mengkhawatirkan

Anggota kepolisian Lombok Barat mengamankan drum-drum beriri minuman keras.(foto istimewa)
Anggota kepolisian Lombok Barat mengamankan drum-drum berisi minuman keras tradisional.(foto istimewa)

LOBAR, Lomboktoday.co.id – Pesta miras seakan tak pernah mati. Bahkan, pelakunya melakukannya terang-terangan oleh para pelajar setingkat SLTA. Minuman tradisional beralkohol pun semakin marak.

Kapolres Lombok Barat AKBP Wingky Adhityo Kusumo mengatakan, pihaknya terus berupaya memberantas penyakit yang ada di masyarakat. Salah satunya dengan menekan peredaran minuman tradisional beralkohol.

”Kalau dibiarkan bisa meresahkan masyarakat lain,” ungkapnya.

Komitmen Polres Lombok Barat itu terbukti. Seperti, Polsek Kediri beberapa waktu lalu menyita 450 liter miras tradisional jenis tuak. Seluruh minuman ini dibawa enam orang dengan menggunakan 15 jerigen.

Di samping itu juga, disita minuman beralkohol golongan A berbagai merk sebanyak 55 botol dari sebuah kafe di Kuripan. Tentunya ini menyalahi Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penjualan Minuman Beralkohol. Dalam Perda telah mengatur zonasi untuk penjualan minuman beralkohol.

Kapolsek Kediri AKP Nuraini, menjelaskan, miras tersebut berasal dari Lingsar. Pelaku mengakui, seluruh tuak hendak dijual kembali di wilayah Jagaraga dan Lombok Tengah. ”Untuk dijual kembali ke Jagaraga dan wilayah Lombok Tengah,” jelas Nuraini.

Belum sepi dari pembicaraan itu, kembali Polsek Narmada mengamankan ribuan liter minuman beralkohol tradisional. Petugas melakukan penggerebekan di rumah NR (50) di Desa Suranadi.

Polisi menduga, rumah digunakan sebagai tempat produksi minuman beralkohol tradisional. “Anggota kami melihat belasan drum yang berisi ribuan liter brem. Ada sekitar 1.650 liter brem yang ditampung di dalam drum,” kata Kapolres.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Lombok Barat Sulhan Muchlis Ibrahim melihat Pemkab lalai dengan membiarkan masih maraknya peredaran minuman beralkohol. Tidak maksimal dalam menjalankan Perda yang telah dibuat. ”Padahal biaya untuk membuat Perda itu kan tidak sedikit,” ungkapnya.

Bila memang kekuatan Perda belum cukup untuk mengatur pengawasan minuman beralkohol tradisional, maka sudah seharusnya bupati mengeluarkan Perbup. ”Kalau ada hal teknis lain yang belum diatur dalam Perda, buat Perbup. Agar Perda ini tidak jadi macan kertas,” tandasnya.

Sementara itu, belum lama ini, Indra Jaya Usman mengomentari khususnya larangan beredarnya miras tradisional. Ia mengatakan, harus ada aturan yang jelas mengenai larangan ini. Jangan sampai, sambung dia, minuman beralkohol berlabel disamakan dengan minuman tradisional. ”Usaha tuak ini melibatkan ribuan orang,” ujar Anggota Komisi II DPRD Lombok Barat ini.

Usman mengatakan, pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol ini sangat bagus. Eksekutif maupun legislatif memiliki sikap yang sama. Namun masalahnya, kesiapan pengawasan dan pengendalian terhadap miras tradisional harus jadi ulasan lebih mendalam lagi. Pasalnya ini menyangkut mata pencaharian dan penghasilan ribuan orang.(hrw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *