JAKARTA, LOMBOKTODAY.CO.ID – Anggota DPD RI dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Abraham Liyanto mengusulkan kenaikan gaji para kepala desa (Kades) dan perangkat desa di seluruh tanah air. Alasannya, gaji yang diterima saat ini sangat rendah yaitu hanya sekitar Rp 2,2 juta per bulan.
“Ini aspirasi dari teman-teman kepala desa di daerah pak menteri. Kami sebagai wakil daerah meneruskan keluhan itu,” kata Abraham saat rapat kerja dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar, di gedung DPD RI, Jakarta, Senin, 13 November 2023.
Abraham menjelaskan permintaan kenaikan gaji karena para kepala desa dan perangkatnya merasa bekerja hampir 24 jam tiap harinya. Hal itu karena semua urusan di desa, harus melalui Kades dan perangkatnya. Misalnya masalah perkelahian, perceraian, penyerobotan tanah, penganiayaan, mabuk, pernikahan, dan lain-lain.
“Semua urusan itu, pertama kali diurus Kades. Masalah berantem, sebelum dibawa ke polisi, Kades yang terlebih dahulu menyelesaikan. Masalah serobot lahan, Kades yang selesaikan pertama kali. Hingga urusan pernikahan pun, Kades turun tangan juga. Jadi mereka selalu siap 24 jam,” jelas Abraham.
Senator yang sudah tiga periode ini juga meminta Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar, agar gaji perangkat desa diterima setiap bulan. Bukan seperti yang terjadi sekarang ini yaitu gaji baru diterima tiap tiga bulan atau enam bulan. Kemudian para Kades mendapat gaji pensiun dan jaminan kesehatan.
Semua fasilitas itu diperlukan agar para Kades dan perangkatnya bisa fokus bekerja membangun desa. “Gimana mereka biaya anak untuk sekolah atau membeli keperluan keluarga, sementara gaji baru diterima tiap tiga bulan atau enam bulan. Ini menyulitkan mereka,” ujar anggota Komite I DPD RI ini.
Pemilik Universitas Citra Bangsa (UCB) Kupang ini juga mengusulkan dana desa (DD) ditingkatkan jumlahnya dari Rp1 miliar menjadi Rp5-10 miliar per tahun. Dari dana itu, sebagiannya akan diambil untuk gaji Kades dan perangkatnya serta pembiayaan kantor. “Kalau sudah naik Rp5-10 miliar per tahun, maka tidak perlu lagi Alokasi Dana Desa (ADD) dari kabupaten. Semua yang menyangkut keperluan desa diambil dari dana tersebut,” tegas Abraham.
Sementara terkait pengelolaan BUMDes, pemilik Hotel Harper Kupang ini mengusulkan agar dikelola pihak ketiga yang profesional. Hal itu agar BUMDes menjadi sumber pendapatan tambahan untuk kas desa. Bukan seperti yang terjadi sekarang, di mana BUMDes dibentuk hanya untuk menghabiskan dana desa.
“Kami usulkan BUMDes dikelola swasta, yayasan, koperasi atau universitas. Jangan berada langsung di bawah Kades seperti sekarang,” ucapnya.
Menanggapi berbagai usulan itu, Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar mengaku memahaminya. Dia mengetahui para Kades dan perangkatnya bekerja hampir 24 jam setiap hari. Dia juga mengetahui gaji para Kades dan perangkatnya tidak diterima setiap bulan, melainkan akan diterima sekaligus setiap tiga atau enam bulan. “Ini yang kita perjuangkan lewat revisi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa yang saat ini sedang dibahas. Mudah-mudahan cepat selesai,” kata Gus Halim, demikian Mendes PDTT ini biasa disapa.
Gus Halim juga mendukung BUMDes dikelola oleh pihak ketiga. Namun, syaratnya BUMDes harus membentuk anak perusahaan. Hasil produksi atau konsolidasi dari anak perusahaan akan masuk ke BUMDes dan menjadi modal atau aset bagi BUMDes.
“Dikelola pihak ketiga boleh tetapi lewat anak perusahaan dari BUMDes. Kami juga mendukung dana desa ditingkatkan menjadi Rp5-10 miliar. Dan kami juga setuju dengan dana tersebut, ADD dari kabupaten tidak perlu lagi. Mudah-mudahan dalam revisi UU Desa, usulan ini dapat disetujui,” ungkap Gus Halim.(Sid)