MATARAM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Benarkah karikatur akan mengungkap perilaku dan perangai kekuasaan? Pertanyaan tentang kaitan karikatur dan perangai kekuasaan itu muncul dalam diskusi ‘’Kekuasaan dan Karikatur’’ yang digelar salah satu kelompok teater Bengkel Aktor Mataram atau Teater BAM bersama relawan GaMa Mataram, di Kafe Bawah Pohon di Mataram, Kamis malam (21/12/2023).
Diskusi ‘’Kekuasaan dan Karikatur’’ itu mengundang nara sumber Dr Bajang Asrin, akademisi dari Universitas Mataram (Unram), yang malam itu mengupas soal ‘’pemimpin yang berkarakter’’.
Sekitar 60 orang mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Mataram dan organisasi kepemudaan hadir dalam suasana diskusi santai penuh canda tapi serius itu.
Sebagai akademisi pendidikan, dalam diskusi yang mengupas karikatur kekuasaan itu, Bajang Asrin menekankan pentingnya sikap berbudaya. Sikap budaya itu membutuhkan intuisi yang baik dan kecerdasan akal sehat untuk mengkritisi perilaku kekuasaan.
Menurutnya, di tengah praktik penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan pengendali kekuasaan saat ini, justru cenderung tampak tanda-tanda tumpulnya kepekaan akal sehat. ‘’Karikatur itu melebih-lebihkan namun tidak kehilangan konteks perilaku kekuasaan, baik orang per orang maupun institusi resmi,’’ katanya.
Sebagai gambar olok-olok, karikatur menyampaikan sindiran, kritik dan lain kepada penyimpangan kekuasaan. Secara umum, karikatur diartikan sebagai seni membuat gambar atau deskripsi tertulis dari seseorang.
Biasanya penampilan karakter maupun postur dalam karikatur terlihat dilebih-lebihkan dari yang sebenarnya, sebab hanya dengan cara demikian kekuasaan bisa dilecehkan. ‘’Kekuasaan yang menyimpang dari aturan-aturan makin tinggi, namun prinsip utama dalam budaya yaitu bertahan dengan akal sehat, saat ini cenderung tumpul, Padahal untuk mengritik kekuasaan harus mempunyai intuisi dan kecerdasan akal sehat,’’ kata Bajang Asrin.
Diskusi ‘’Kekuasaan dan Karikatur’’ itu sangat menarik undangan terbatas kelompok milenial. Beberapa di antaranya mengaku, selama ini mereka hanya menjadi penikmat karikatur yang ditemui media online atau bacaan cetak.
Mereka mengaku selama ini mengetahui karikatur sebagai gambar lucu. Baru kali ini diketahui, karikatur merupakan berasal dari Italia yaitu caricature atau caircate yang berarti melebih-lebihkan (exaggerate).
Bahkan umumnya para milenial itu baru tahu bahwa karikatur bisa menjadi sarana kritik, bahkan sarana perlawanan sosial terhadap perorangan, lembaga, atau bahkan peristiwa yang terjadi di masyarakat.
‘’Karikatur itu bisa mengolok-olok dan mencemooh kekuasaan. Atau setidaknya perangai dan perilaku sekelompok orang atau seseorang yang disampaikan dengan gaya menggelikan,’’ kata Kongso Sukoco, sutradara Teater BAM.
Menurutnya, seringkali karikatur menjadi sarana menggiring opini terhadap pro dan kontra suatu hal. Termasuk sebagai salah satu cara propaganda menyerang lawan. Kekuasaan itu menjadi bahan terbaik bagi para karikaturis untuk menyampaikan kritik manakala penguasa tidak sesuai dengan konstitusi.
Karikatur itu selaksa alat ampuh untuk mengajak masyarakat sebagai pembaca media untuk melihat kekritisan dengan visualisasi yang satir, kontradiktif dengan keadaan.
Melalui diskusi tersampaikan bahwa pemimpin yang baik itu ucapan dan tindakannya selaras, gerak responnya cepat. Sebagaimana idiom yang diusung oleh pasangan capres dan cawapres nomor urut 3, Ganjar dan Mahfud MD sebagai gerak yang Sat Set dan Tas Tes dalam mewujudkan harapan masyarakat.(Sid)