Adobala – Redontena, Belum Benar-Benar Pulih

Jalan yang menghubungkan Lewo Pulo, Kecamatan Witihama dengan Redontena, Kecamatan Kelubagolit ini sedemikian sepi sejak meletus pertikaian antara Adobala-Redontena, awal Juli lalu. [Kopong Gana/Lomboktoday.co.id]

ADONARA,Lomboktoday.co.id – Semua tentu bergembira, jika suasana kembali tenang dan damai. Masyarakat bisa pergi ke pasar atau ke kebun atau aktivitas lainnya tanpa rasa was-was.

 Jalan yang menghubungkan Lewo Pulo, Kecamatan Witihama dengan Redontena, Kecamatan Kelubagolit ini sedemikian sepi sejak meletus pertikaian antara Adobala-Redontena, awal Juli lalu. [Kopong Gana/Lomboktoday.co.id]

Jalan yang menghubungkan Lewo Pulo, Kecamatan Witihama dengan Redontena, Kecamatan Kelubagolit ini sedemikian sepi sejak meletus pertikaian antara Adobala-Redontena, awal Juli lalu. [Kopong Gana/Lomboktoday.co.id]
Di bagian permukaan, suasana di kawasan konflik Redontena – Adobala, Kecamatan Kelubagolit, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), nampak aman-aman saja.

Meski begitu,  “keamanan” yang agak lain, sungguh terasa dan membuat orang bergidik. Lihatlah di kawasan perbatasan Redontena, Kecamatan Kelubagolit – Lewo Pulo, Kecamatan Witihama. Jalan baru yang dibuka, yang menghubungkan Desa Lewo Pulo dengan Redontena, persis di pintu masuk Pasar Laga Loe, kini sungguh mubazir.

Jalan yang sama, salah satu cabangnya juga menuju Desa Adobala. Dengan begitu, selama ini, sebelum konflik antar kampung, warga Desa Adobala biasanya memanfaatkannya  untuk akses jalan ke Pasar Laga Loe, di Desa Suku Tokan, Kecamatan Kelubagolit.

Namun kini, (hingga September), jalan tanah yang rata dan berdebu ini, tak selalu dilewati warga karena pertimbangan keamanan. Belum lagi saban sore, tembakan senapan rakitan antara kedua desa, selalu saling bersahutan. Entah mengapa senjata rakitan itu belum juga disita. Ataukah warga memang terlampau lihai menyembunyikan senjata itu?

Jangankan warga Redontena atau Adobala yang tengah konflik, warga lain di luar dua desa yang pernah bertikai bahkan sampai menelan korban  jiwa ini pun, enggan melintasi ruas jalan ini.

Keengganan warga melintasi jalan ini, tak hanya di malam hari, tapi juga di siang hari. Karena di siang hari sekalipun, tak kalah sepi dibandingkan malam hari.

Sejumlah warga dari Lewo Pulo yang kebunnya dekat ke arah jalan ini pun enggan berlama-lama di kebunnya. Apalagi kalau mulai terdengar suara tembakan senapan rakitan yang saling balas membalas dengan bunyi-bunyian antara kedua desa yang terlibat konflik yang masih terus berlangsung hingga kini.

Suasana mencekam bahkan terasa hingga ke kawasan perkebunan sekitar Wato  Gong yang dekat dengan lapangan sepak bola Lewo Pulo, hingga Koli Wulan yang lebih jauh ke tengah yang masih merupakan kawasan kebun yang sebagiannya milik orang dari Witihama dan berbatasan langsung dengan kebun kawasan konflik.

Meski tim bentukan Pemda NTT sudah memasuki tahap inti dalam upaya penyelesaian konflik antar kedua kampung ini  namun tampaknya belum membawa hasil yang memuaskan. Putusan pengadilan banding yang memenangkan pihak Adobala yang sudah inkrah, tampaknya belum diterima baik.

“Sekarang pihak Redontena masih tunggu fatwa yang mereka ajukan. Inilah yang membuat upaya damai untuk sementara belum bisa jalan lebih jauh,’’ ungkap salah seorang unsur tim bentukan Pemda NTT, Seli Tokan.

Pertanyaannya, apakah fatwa bisa dijadikan dasar untuk memiliki sebidang tanah sengketa yang telah divonis dan memiliki kekuatan hukum tetap?

Ama Seli, demikian Seli Tokan biasanya disapa, hanya mengatakan, orang yang mengerti hukum, tentu tahu apa itu putusan pengadilan dan apa itu fatwa.

Namun sebagai tim, pihaknya akan menyampaikan seluruh hasil temuan mereka di lapangan kepada pihak yang menugaskan mereka, yakni Pemda NTT, untuk selanjutnya dikaji dan dibahas guna mencari solusi. AMA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *