Kearifan Lokal Sumbang Kelestarian Hutan di Desa Aik Bual

LESTARI. Salah satu sisi kawasan hutan di Desa Aik Bual, Kecamatan Kopang yang nampak masih terjaga kelestariannya.(Lomboktoday.co.id/Akhyar Rosidi)

LOTENG,Lomboktoday.co.id – Kearifan lokal adat istiadat dan kebersahajaan kehidupan masyarakat di Desa Aik Bual yang masih tunduk pada norma awiq-awiq yang disepakati, selama bertahun-tahun telah memberi sumbangsih besar untuk kelestarian hutan di kawasan itu.

Kesepakatan adat yang disebut awiq-awiq itu juga, yang membuat hingga kini kondisi hutan seluas kurang lebih 430 hektare yang menjadi bagian dari wilayah Desa Aik Bual, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, masih lestari dan asri.

LESTARI. Salah satu sisi kawasan hutan di Desa Aik Bual, Kecamatan Kopang yang nampak masih terjaga kelestariannya.(Lomboktoday.co.id/Akhyar Rosidi)
LESTARI. Salah satu sisi kawasan hutan di Desa Aik Bual, Kecamatan Kopang yang nampak masih terjaga kelestariannya.(Lomboktoday.co.id/Akhyar Rosidi)

Pantauan Lomboktoday.co.id, di kawasan hutan yang berbatasan dengan wilayah Lombok Timur ini, beragam pohon endemik kehutanan berusia puluhan bahkan ratusan tahun masih bisa dilihat.

Hal ini juga yang membuat Pemda Kabupaten Lombok Tengah, menjadikan kawasan di lingkaran kaki Gunung Rinjani ini sebagai lokasi pengembangan program Agroforestry.

“Masyarakat disini masih teguh dan taat pada awiq-awiq yang ada dari dulu, sehingga saat ini hutan di sini masih lestari. Masih banyak pohon endemik kehutanan yang bisa dilihat,” kata Kepala Desa Aik Bual, Zulkarnaen.

Awiq-awiq tentang pelestarian hutan itu, paparnya, mengatur tentang hak dan tanggungjawab masyarakat terhadap pemanfaatan dan pengelolaan kelestarian hutan setempat.

Masyarakat desa yang dibagi perkelompok memiliki tanggungjawab menjaga dan memelihara kelestarian hutan  di wilayah masing-masing.

Masyarakat setempat bisa manfaatkan hasil hutan non kayu di sana, misalnya buah-buahan, atau sayuran yang tumbuh di kawasan hutan, namun mereka juga wajib menjaga kelestarian hutannya.

Kalau ada satu pohon saja yang hilang, maka masyarakat yang bertanggungjawab itu yang akan dikenakan sanksi sosial sesuai awiq-awiq yang disepakati. Bisa berupa denda atau diharuskan menanam pohon pengganti.

“Awiq-awiq pelestarian hutan itu juga sudah kita jadikan sebagai Peraturan Desa (Perdes) sejak 2004, dan ini masih berjalan sampai sekarang,” kata Zulkarnaen.

Menurutnya, kearifan lokal yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat membuat masyarakat merasa memiliki dan punya tanggungjawab menjaga kawasan hutan. Ini juga yang membuat tidak sampai terjadi adanya kasus Illegal Logging di kawasan itu.

“Khusus di Desa Aik Bual, kami pastikan tidak ada illegal logging, karena masyarakat yang langsung menjaganya,” katanya.

Pranata adat budaya dan kearifan lokal masyarakat di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebenarnya sangat ideal dan bisa diterapkan saat ini untuk membantu pelestarian hutan di pulau ini, dan NTB secara umum, selain pendekatan hukum positif yang biasanya justru menimbulkan ketakutan bagi masyarakat pedesaan.

Desa Aik Bual di Lombok Tengah, menjadi salah satu Desa yang masih membudayakan awiq-awiq yang terbukti mampu menyumbang kelestarian kawasan hutan di sana. (ROS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *