Perjuangan Sang Pendidik dari Rambut Petung

Sabri.(foto: hrw/Lomboktoday.co.id)
Sabri.(foto: hrw/Lomboktoday.co.id)
Sabri.(foto: hrw/Lomboktoday.co.id)

LOBAR, Lomboktoday.co.id – Kerja keras, keikhlasan, ketekunan, dan cukup peduli menjadi bagian dari kehidupan seharian selama bersosialisasi dengan masyarakat bagi Sabri di Dusun Rambut Petung, Desa Pelangan Timur, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dia yang juga Kepala SDN 7 Pelangan dulu disebut SDN 6 Pelangan mengibaratkan dirinya bekerja 24 jam di antara kerasnya alam Rambut Petung yang terkenal kering kerontang.

Sabri harus berjuang sendirian, tatkala inisiasinya untuk mengubah pola hidup masyarakat setempat untuk tidak glamour terus mendera seakan tanpa berkesudahan.

Sabri malah tak patah arang, apalagi putar haluan. Ia bertekad sejak awal, bagaimana kehadirannya di lokasi yang penuh dengan kemilaunya emas hasil tambang wilayah ini yang santer mendunia melalui dunia melalui jejaring media sosial, tetap bisa berbuat dan memberi kemaslahatan bagi masyarakat banyak.

Namun ia sadar, beranjak ke arah perubahan yang lebih baik, butuh proses, butuh waktu dan butuh kesabaran.

“Yang utama dulu adalah bekerja buat kemaslahatan masyarakat. Soal diterima atau ditolak masyarakat, itu urusan nanti. Yang penting maksud awal kita baik. Insya Allah jalan keluar pasti diridhoinya,” ungkap Sabri penuh bijak ditemui di Sekotong.

Berbagai jalan keluar ia pernah coba, bagaimana agar masyarakat sadar akan berperilaku, bersikap dan memutuskan sesuatu haruslah dengan penuh kematangan, agar ekses buruk dan merugikan tak menjadi senjata makan tuan. Salah satu pendekatan emosional yang pernah dilakukan, diantara pendekatan lain, dicobanya melalui pendekatan pendidikan, kultural (budaya) dan agama. Pendekatan pendidikan diaplikasikannya, bagaimana menyentuh sekaligus mengajak warga setempat untuk melek pendidikan dengan cara meningkatkan angka partisipasi masyarakatnya untuk bersekolah.

“Semula berat memang mengajak warga di sini untuk memperhatikan pendidikan anak-anaknya karena pola pikir masyarakat masih tradisional jangka pendek. Masyarakat berpikir jika sekolah tak terlalu penting. Yang penting, bagaimana membantu orangtua bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Namun saya tak pernah merasa lelah. Tantangan seperti itu bahkan menjadi pelecut untuk terus berjuang. Dan Alhamdulillah secara perlahan, perjuangan itu mulai terlihat, meski tak signifikan. Angka partisipasi pendidikan anak-anak di sini untuk bersekolah setiap tahun ajaran baru meningkat dan makin bergairah,” kata Sabri lega.

Pendekatan kultural pun dia masuki. Buktinya setiap kegiatan adat dan kebudayaan termasuk prosesi perkawinan secara adat Sasak ia organisir dan ia ikut memberi masukan berharga. “Inilah cara kita membaur dan melakukan pendekatan ke warga agar mengikuti rel yang sudah sepatutnya dilakukan,” ujarnya.

Dan terakhir pendekatan keagamaan (spiritual) tidak lupa dilakukannya. Momentum hari-hari besar agama seperti peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, Tahun Baru Hijriah (Islam), Hari Raya tak juga menjadi agendanya dengan masyarakat setempat.

“Pengajian-pengajian keagamaan, pemberian santunan, karnaval keagamaan busana muslim-muslimah khususnya bagi anak didik kita tetap ambil bagian,” kata Sabri.

Sabri berharap, apa yang sudah baik dilakukannya selama berinteraksi dengan masyarakat setempat akan tetap dipertahankan, bahkan ditingkatkan pada masa-masa yang akan datang. Mengutip Firman Allah dalam Surat Arra’du ayat 11 Sabri menyatakan, “Bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dan sebaik-baik kamu adalah yang banyak memberi manfaat bagi orang lain.”(hrw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *