Kepala UPT Gili Tramena: Terkait Tuntutan Warga Gili, Kami Konsultasikan ke KPK dan KemenATR/BPN

Kepala UPT Gili Tramena, Mawardi
Kepala UPT Gili Tramena, Mawardi.

MATARAM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Gubernur NTB, H Zulkieflimansyah melalui surat tanggapan Nomor 180/353/Kum, menanggapi tuntutan aksi yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Peduli Gili (AMPG) pada Rabu (14/2023) yang meminta pencabutan HPL tanah seluas 75 hektare yang ada di Gili Trawangan, Gubernur NTB, H Zulkieflimansyah menyampaikan bahwa HPL adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya adalah Negara yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang (KemenATR) RI.

“HPL sepenuhnya kewenangannya ada di Kementerian Agraria dan Tata Ruang (KemenATR) RI, selanjutnya akan dilakukan kajian hukum bersama DPRD Provinsi NTB sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan akan dikoordinasikan kembali bersama Kementerian ATR/BPN di Jakarta,” kata Gubernur NTB, H Zulkieflimansyah.

Sementara itu, Kepala UPT Gili Tramena, Mawardi menambahkan bahwa semua bentuk tuntutan masyarakat atas tanah aset Pemerintah Daerah NTB di Gili Trawangan seluas 75 Ha, maka UPT Gili Tramena bersama Biro Hukum dan BPKAD NTB akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan KPK RI, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM, Kejati, Kepolisian dan Tim Satgas Nasional Percepatan Investasi.

“Permasalahan aset yang ada di Gili Trawangan, Pemprov NTB sangat terbuka, dan sejak awal didampingi KPK, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM, Kejati, Kepolisian dan Tim Satgas Nasional Percepatan Investasi mengawal pemulihan aset yang ada di Gili Trawangan, pun hasilnya akan kami sampaikan kembali kepada masyarakat Gili,” kata Mawardi dalam siaran resminya.

Masalah lain terkait isu penjualan aset dan kerja sama dengan Asing (WNA) oleh Pemprov NTB ditanggapi oleh Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTB, Lalu Rudy Gunawan adalah tidak benar. Menurut Rudy, Pemprov NTB melakukan kerja sama dengan perusahaan yang berbadan hukum Indonesia, bukan WNA untuk menguasai lahan Gili Trawangan.

“Sekali pun ada nama warga negara asing (WNA), tetapi dalam perjanjian pemanfaatan tanah, yang bersangkutan bertindak atas nama perusahaan yang berbadan hukum Indonesia, bukan bertindak untuk dan atas nama diri sendiri,” kata Rudy.(smr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *