Diperiksa KPK 3 Jam, Pj Gubernur NTB Dicecar 15 Pertanyaan

Gita Ariadi Saat Berikan Keterangan Pers
Pj Gubernur NTB, HL Gita Ariadi (tengah) didampingi Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Ibnu Salim saat memberikan keterangan pers usai menjalani pemeriksaan tim penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

JAKARTA, LOMBOKTODAY.CO.ID – Penjabat (Pj) Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), HL Gita Ariadi akhirnya menjalani pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 3 (tiga) jam, yakni mulai dari pukul 12.37 WIB hingga pukul 16.25 WIB, pada Selasa (21/11/2023). Saat menjalani pemeriksaan tersebut, setidaknya Gita Ariadi dicecar sebanyak 15 pertanyaan oleh tim penyidik KPK.

Usai pemeriksaan tim penyidik KPK, Gita Ariadi mengaku diselisik soal proses izin usaha pertambangan (IUP) PT Tukad Mas yang bergerak di bidang pertambangan batu.

‘’Pertanyaan terkait substansi bagaimana proses penerbitan izin dari izin usaha pertambangan operasi khusus PT Tukad Mas. Pada saat itu saya menjadi Kepala DPMPTSP Provinsi NTB,’’ kata Gita Ariadi, di Gedung KPK, pada Selasa (21/11/2023).

Gita Ariadi mengaku tim penyidik KPK mempertanyakan soal kedekatannya dengan Wali Kota nonaktif Bima, Muhammad Lutfi yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi di Pemerintah Kota Bima, NTB.

‘’Kira-kira 15 pertanyaan termasuk situasi kondisi, tugas pokok fungsi plus hubungan saya dengan Pak Lutfi (Wali Kota Bima), kenal atau tidak dan lain sebagainya,’’ ujar Gita Ariadi.

Berkaitan dengan penerbitan izin usaha pertambangan PT Tukad Mas, Gita Ariadi mengaku penerbitan izin itu sudah sesuai aturan. Dia juga mengklaim tak mengetahui ada bagi-bagi uang dalam penerbitan tersebut.

‘’Itu kita kerjakan semua sesuai dengan SOP. Saya ditanya hanya seputaran tadi proses perizinan. Saya jawab sesuai kompetensi saya selaku kepala dinas perizinan. Wallahualam (soal bagi-bagi duit),’’ aku Gita Ariadi.

Gita Ariadi Sempat Mangkir Panggilan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejatinya menjadwalkan memeriksa Pj Gubernur NTB, HL Gita Ariadi, pada Senin kemarin (20/11/2023). Namun Gita Ariadi yang akan dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi di Pemerintah Kota Bima, NTB, tak memenuhi panggilan alias mangkir.

KPK menyebut, Gita Ariadi yang akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Wali Kota nonaktif Bima, Muhammad Lutfi ini berjanji hadir di Gedung KPK hari ini, Selasa (21/11/2023).

‘’Dari informasi yang kami terima, Gita Ariandi (Pj Gubernur NTB) yang sedianya diperiksa Senin (20/11/2023) dijadwalkan dipanggil sebagai saksi oleh Tim Penyidik, diperoleh konfirmasi dari yang bersangkutan akan hadir pada Selasa (21/11/2023) di Gedung Merah Putih KPK,’’ kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).

Wali Kota Bima Muhammad Lutfi Ditahan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Bima, NTB, Muhammad Lutfi usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi di Pemerintah Kota Bima.

‘’Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan pertama pada tersangka Muhammad Lutfi selama 20 hari, mulai 5 Oktober 2023 hingga 24 Oktober 2023 di Rutan KPK,’’ kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam jumpa pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (5/10/2023) lalu.

Firli menjelaskan, awal mula kasus ini terjadi pada 2019 lalu saat Muhammad Lutfi bersama dengan salah satu keluarga intinya mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan Pemerintah Kota Bima.

Tahap awal pengondisiannya, dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.

Muhammad Lutfi kemudian memerintahkan beberapa pejabat pada Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar. Proses penyusunannya pun dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Bima.

Diduga Terima Setoran Rp8,6 Miliar

Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019 hingga 2020 lalu mencapai puluhan miliar rupiah. Muhammad Lutfi secara sepihak menentukan para kontraktor untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud.

Meski demikian, proses lelang tetap berjalan, namun hanya sebagai formalitas. Sementara para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan.

Adapun beberapa proyek yang dikondisikan itu di antaranya; proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri, serta pengadaan listrik dan PJU perumahan Oi’Foo. Teknis penyetoran uang itu diduga melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan Muhammad Lutfi termasuk anggota keluarganya.

‘’Atas pengondisian tersebut, Muhammad Lutfi menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan hingga mencapai Rp8,6 miliar,’’ kata Ketua KPK, Firli Bahuri.

Atas perbuatannya, Muhammad Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Sid)