Tolak Ganti Rugi, Warga Pancor Dirikan Posko

DIRIKAN POSKO: Para pemilik lahan di Jalan Pejanggik dan Gajah Mada Pancor, Lombok Timur, membuat posko penolakan ganti rugi lahan. (Foto: Syamsurrijal/Lomboktoday.co.id)

LOTIM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Warga Pancor, Lombok Timur mendirikan posko penolakan ganti rugi lahan di Jalan Pejanggik, Pancor atau tepatnya di depan Masjid At-Takwa Pancor. Hal ini dilakukan lantaran warga tidak terima dengan nilai ganti rugi yang diberikan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur terhadap 103 orang warga Pancor yang lahannya dibebaskan.

DIRIKAN POSKO: Para pemilik lahan di Jalan Pejanggik dan Gajah Mada Pancor, Lombok Timur, membuat posko penolakan ganti rugi lahan. (Foto: Syamsurrijal/Lomboktoday.co.id)

Koordinator penolakan pembebasan ganti rugi lahan wilayah Pancor, Suryadi mengatakan, pembentukan posko penolakan ganti rugi lahan ini dilakukan sebagai tempat untuk berkumpul dan menampung aspirasi warga yang lahannya dibebaskan. ‘’Posko ini dibentuk sebagai tempat untuk melakukan musyawarah dan diskusi terbatas dari warga yang lahannya menjadi korban pembebasan pelebaran jalan yang akan dilakukan pemerintah daerah,’’ kata Suryadi kepada wartawan di lokasi posko, Senin (17/4).

Pada dasarnya semua warga Pejanggik dan Gajah Mada yang dibebaskan lahannya sangat mendukung upaya pemerintah untuk menata wilayah Pancor. Lebih-lebih dengan rencana akan membuat jalur dua dari simpang empat rumah sakit menuju simpang empat Sekarteja. Sehingga konsekuensinya harus ada pembebasan lahan. Dan warga yang dibebaskan lahannya sangat welcome dengan program itu. Tapi, yang harus dipikirkan adalah mengenai nilai ganti rugi lahan, jangan sampai merugikan warga pemilik lahan atau sesuai harga pasar. ‘’Kecilnya nilai ganti rugi dan sangat bervariasi jumlahnya serta terlalu kecil, membuat warga pemilik lahan menolak nilai harga yang ditawarkan Pemda,’’ ungkapnya.

Hal senada disampaikan Rizal Yahya, salah seorang pemilik lahan. Ia menilai sangat tidak pantas dengan nilai harga yang ditawarkan untuk pembebasan lahan tersebut. Dimana, nilai harga ada yang Rp1,7 juta – Rp2 juta per meternya. Padahal dalam NJOP (nilai jual obyek pajak), pembayarannya itu harga per meternya Rp7 juta. ‘’Dengan harga yang kecil itu, sangat jelas saya dan pemilik lahan yang lain menolak, meski dari pemerintah daerah mengklaim kalau sudah ada yang sudah menyetujui pembayaran yang ditawarkan pemda,’’ tegas Rizal.

Sementara itu, Asisten I Setdakab Lombok Timur, H Juani Taufik menegaskan, dengan adanya pemilik lahan yang masih bertahan dan meminta harga yang lebih tinggi, tentu akan dilaporkan kepada pimpinan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai aturan yang ada.

‘’Masalah ini akan kami sampaikan kepada Pak Bupati Lombok Timur, HM Ali BD dan Kanwil BPN NTB untuk dijadikan bahan evaluasi agar bisa mengambil langkah-langkah dalam masalah ini,’’ kata Juani Taufik yang juga Ketua Pembebasan Lahan Lotim.(SR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *