Desa Sengkol Jadi Pilot Project BSF GIZ-Renergii-Bambook

Wagub NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah saat menerima Tim BSF GIZ-Renergii-Bambook, di ruang rapat ‘’outdoor’’ halaman Setda Provinsi NTB, Rabu (12/8).
Wagub NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah saat menerima Tim BSF GIZ-Renergii-Bambook, di ruang rapat ‘’outdoor’’ halaman Setda Provinsi NTB, Rabu (12/8).

Oleh: Abdul Rasyid Z. |

MATARAM, LOMBOKTODAY.CO.ID – Tim BSF GIZ-Renergii-Bambook hadir membantu Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dalam mewujudkan program unggulan yakni NTB Zero Waste dan NTB Hijau yang diimplementasikan dalam bentuk pengelolaan sampah di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, tepatnya di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng). Desa Sengkol menjadi pilot project program pengelolaan sampah dengan metode Black Soldier Flies (BSF) dan Pembangunan fasilitas BSF secara Eco Friendly menggunakan bambu dari Lombok.

Wakil Gubernur (Wagub) NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah mengapresiasi program dari Tim BSF GIZ-Renergii-Bambook dikarenakan NTB merupakan salah satu provinsi yang sangat fokus menjaga kelestarian lingkungan. Sebelumnya, metode BSF telah berlangsung di Desa Lingsar, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) yang merupakan hasil kerjasama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB dengan Kementerian Kehutanan Korea Selatan, pada 2018 lalu. ‘’Metode BSF merupakan salah satu proses yang sudah dipelajari dari dulu, tetapi kami sangat butuh orang-orang seperti anda untuk bisa merealisasikan hal tersebut. Kami berharap GIZ akan berkelanjutan dengan melakukan pendampingan,’’ katanya kepada Tim BSF GIZ Renergii Bambook, di ruang rapat ‘’outdoor’’ halaman Setda Provinsi NTB, Rabu (12/8).

Proses pengolahan sampah organik dengan menggunakan tehnologi biokonversi sendiri merupakan tekhnologi yang memanfaatkan pelahap larva dari lalat hermetia illucens (dikenal dengan sebutan Black Soldier Flies atau BSF). Larva BSF mampu menguraikan nutrisi kompleks dalam sampah makanan dengan cepat. Pada prosesnya, tumpukan sampah organik dapat berkurang sebanyak 80% selama 24 jam. ‘’Sampah makanan tidak harus menjadi sampah yang busuk dan menyebabkan penyakit, tetapi bisa juga menjadi uang, pakan ternak, menjadi pupuk ini solusi dalam siklus yang dikatakan sebagai zero waste, kami sangat inginkan dan bahagia dengan metode ini,’’ ujarnya.

Pengelolaan sampah dengan metode BSF diharapkan tidak hanya di Desa Sengkol saja, tetapi bisa juga diterapkan di beberapa daerah wisata. ‘’Sampah organik yang muncul dari pasar, hotel dan rumah makan harus ditangani. Terima kasih kepada Tim BSF GIZ-Renergii-Bambook karena telah membantu kita mempercepat proses di kawasan premuin internasional. Semoga ke depan bisa di tempat wisata lain, seperti; Senggigi ataupun Gili,’’ kata Samsudin, S.Hut, M.Si, Sekrertaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutan Provinsi NTB.

Selain itu, Kathrin Pape dari GIZ mengungkapkan bahwa program yang berlangsung di Desa Sengkol, telah menumbuhkan kesadaran diri dari masyarakat untuk ikut serta sehingga secara tidak langsung terciptanya lapangan kerja yang berkelanjutan. ‘’Kami mengikutsertakan masyarakat dari Sengkol, para pemuda dan wanita yang di mana mereka bisa bekerja sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat,’’ katanya.

Sementara itu, Paula dari Bambook menjelaskan alasan pemilihan bambu sebagai bahan baku pembangunan fasilitas BSF di Desa Sengkol. ‘’Semua project kita dari bambu karena lebih murah dan aman dari bencana alam gempa,’’ katanya.

Kepala Desa Sengkol, Satria begitu antusias dan sudah mempersiapkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan seperti lahan untuk pembangunan yang telah dihibahkan oleh warga. ‘’Kami berterima kasih karena hal ini sangat penting, semoga program ini dapat berjalan dengan baik ke depannya,’’ ucapnya.(Sid)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *