JMSI Jatim Paparkan Peran Media Menangkal Hoax dan Radikalisme

syaiful anam
Sekretaris JMSI Provinsi Jatim, Syaiful Anam.

SURABAYA, LOMBOKTODAY.CO.ID – Sekretaris Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Jatim, Syaiful Anam bersama Bupati Magetan, Suprawoto; Wartawan Kompas dan Penulis Buku ‘’Presiden dan Berita Hoax’’, Yurnaldi serta N Aji Gunawan, Wakil Ketua PWOIN Jawa Tengah diminta memaparkan materi tentang ‘’Peran Media dalam Menangkal Berita Hoax dan Radikalisme’’.

Kegiatan yang digagas MZK Institute melalui zoom meeting itu, berlangsung selama empat jam pada Senin (24/5), dengan ratusan peserta dari seluruh Indonesia. Berbagai pertanyaan dari peserta cukup beragam saat dibuka sesi tanya jawab yang dipandu moderator, Agung Santoso.

Menurut Syaiful Anam, hoax merupakan informasi, berita bohong yang banyak dijumpai di media sosial dan bahkan ada di media massa produk jurnalistik. ‘’Ini harus kita perangi karena meresahkan masyarakat,’’ katanya.

Caranya kata Syaiful Anam, media produk pers, media mainstream harus terus membangun kepercayaan masyarakat dengan menyajikan berita yang benar sesuai fakta. ‘’Ikuti Kode Etik Jurnalistik dalam mencari dan menulis berita,’’ ujarnya.

Jika wartawan selalu ingat dan berpedoman pada kode etik jurnalistik, dipastikan beritanya benar, tidak hoax. ‘’Kode etik jurnalistik sering dilupakan, dianggap sepele sehingga muncullah hoax,’’ kata Syaiful Anam yang juga Wakil Bendahara PWI Jatim ini.

Misalnya pada pasal 3 dan 4 Kode Etik Jurnalistik disebutkan; menguji informasi, berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini, menerapkan asas praduga tak bersalah, tidak bohong, fitnah, sadis dan cabul.

Selain itu, lanjut Syaiful Anam, perusahaan pers, media pers harus mengikuti ketentuan UU Pokok Pers No.40 Tahun 1999. ‘’Media harus mencantumkan penanggungjawab, pimpinan redaksi dan alamat, serta berbentuk Perseroan Terbatas,’’ ungkap Syaiful Anam yang juga CEO Jatim Pos, media terverifikasi Faktual Dewan Pers ini.

Jika berita dan medianya sudah sesuai dengan UU Pers, maka disebut produk pers dan bisa dijadikan referensi untuk membedakan berita hoax atau tidak. ‘’Karena itu, kami mengajak siapa pun untuk menjadikan berita dari produk pers sebagai referensi informasi, bukan dari media sosial,’’ ajaknya.

Sementara itu menurut Yurnaldi, banyaknya berita hoax di Medsos, menjadikan masyarakat beralih ke media massa produk pers. ‘’Kepercayaan masyarakat pada media produk pers terus meningkat. Saat ini dari hasil penelitian, 84 persen menggunakan produk pers sebagai referensi berita, sisanya masih menggunakan media social,’’ katanya.

Bupati Magetan, Suprawoto mengemukakan, teknologi membuat semua jadi efisien, namun internet juga bisa seperti pisau bermata dua, ada manfaat ada mudharatnya. Berdasarkan konsep falsafah UU ITE, yang namanya real space, harus sama dengan cyber space. Hukum di dunia nyata harus sama dengan di dunia maya. ‘’Di era digital apa yang diunggah sifatnya abadi, akan tetap ada jejak digital. Oleh karena itulah konsep UU ITE didesain lebih berat,’’ kata Suprawoto.

Lalu kenapa ada radikalisme, orang menjadi radikal karena banyak orang yang tidak punya hope (harapan). ‘’Ada sebuah ajaran yang memberi harapan yang luar biasa, dulunya di dunia tersingkirkan kemudian ada ajaran yang luar biasa meskipun dengan cara yang salah. Itulah yang harus diluruskan, dan di sinilah peran media mainstream sangat besar,’’ ujarnya.(Sid/jmsi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *