Sekda Klarifikasi Mispersepsi Data Kemiskinan Ekstrem di NTB

Konferensi Pers
DARI KIRI: Kepala BPS NTB, Wahyudin; Sekda NTB, HL Gita Ariadi; Kepala Bappeda NTB, H Iswandi saat konferensi pers, di Ruang Rapat Sekda NTB, Senin (2/1/2023).

MATARAM, LOMBOKTODAY.CO.ID — Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, HL Gita Ariadi memberikan klarifikasi terkait mispersepsi informasi data mengenai jumlah angka kemiskinan ekstrem yang dipaparkan pada Rakor kemarin, yang disampaikan dalam kegiatan Konferensi Pers yang diadakan di Ruang Rapat Sekda NTB, pada Senin (2/1/2023).

Mengingat Pemerintah Pusat telah mencanangan kebijakan untuk menghapus kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2024 melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.4 tahun 2022.

Sebagai bentuk implementasi kebijakan itu, Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pun telah melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Kemiskinan di NTB yang berorientasi untuk mengurangi pengeluaran dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta menghilangkan kantong kemiskinan.

“Untuk mempertajam sasaran dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem, Pemprov NTB melalui Bappeda NTB bekerja sama dengan BPS NTB dan BKKBN NTB akan melakukan verifikasi dan validasi terhadap basis data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebanyak 1,8 juta jiwa,” kata Sekda NTB, HL Gita Ariadi.

Dengan adanya kegiatan verifikasi dan validasi tersebut, kata Miq Gita, demikian Sekda NTB ini biasa disapa, akan diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat disertai dengan informasi by name by address. Sehingga intervensi program untuk menghapus kemiskinan betul-betul tepat sasaran.

Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin menyampaikan, bahwa data kemiskinan ekstrem yang dikeluarkan oleh BPS NTB maupun Bappeda NTB konsepnya sama.

Perlu diketahui bahwa rentan kemiskinan dibagi dalam Desil 1-10.
Desil 1 atau 10% adalah masuk kelompok kemiskinan ekstrem,
Desil 2 atau 20% masuk dalam kelompok miskin dan sebagian lainnya masuk dalam kelompok hampir miskin.

“Jadi, data dari Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dengan 1,8 juta jiwa lebih penduduk NTB tersebut, merupakan bagian secara keseluruhan dari kemiskinan ekstrem sampai dengan kelompok miskin dan hampir miskin,” kata Wahyudin.

Sedangkan, berdasarkan data pada Maret Tahun 2021 lalu, jumlah individu miskin ekstrem di Provinsi NTB sebesar 4,78% atau 252.048 jiwa. Sementara pada Maret Tahun 2022 sebesar 3,29% atau 176.003 jiwa.

Artinya, dari periode Maret Tahun 2021 hingga Maret Tahun 2022 terjadi penurunan angka kemiskinan ekstrem di NTB sebesar 1,49%.

“Terkait hal tersebut, memang tidak bisa langsung menyasar 176.003 individunya, karena begitu ada gejolak seperti kenaikan harga BBM, inflasi dan lainnya, kemungkinan yang ada diluar kategori miskin ekstrem akan jatuh juga ke potensi kemiskinan ekstrem tersebut,” ungkap Wahyudin.

Sementara itu, Kepala Bappeda NTB, H Iswandi turut menjelaskan, di mana kemiskinan tidak hanya bertambah atau berkurang oleh orang yang memang teridentifikasi miskin, tetapi juga orang yang berpotensi miskin.

Terkait anggaran yang mengintervensi kemiskinan, sumbernya ada dari Pemerinta Pusat, Pemerintah Daerah (Pemda) dan Lembaga Masyarakat.

Secara konkret, ada penerimaan bantuan PBI JK, PKH, sebagai bentuk-bentuk penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN, sedangkan dari Pemprov NTB ada bantuan sosial, hibah, serta bantuan lembaga masyarakat dengan APBD sekitar Rp1,2 triliun.

“Tugas kita melakukan pemutakhiran agar yang menerima bantuan tersebut sesuai data sebagai basis dalam mengintervensi dan kita pastikan yang paling prioritas itu di Desil 1 yang merupakan kelompok kemiskinan ekstrem,” jelas Iswandi.(Sid)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *